Kalender
Hijriyah (at-taqwim al-hijri) adalah kalender
yang digunakan oleh umat Islam dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan
dengan ibadah, seperti tanggal 9 Dzulhijjah untuk wukuf di Arafah bagi para
jamaah haji, bulan Ramadan untuk berpuasa, dll., atau hari-hari penting
lainnya, seperti tanggal 1 Muharram untuk peringatan tahun baru, 10 Muharram untuk hari
Asyuro, 12 Rabiul Awal untuk maulid Nabi, 27 Rajab untuk Isra’ Mi’raj,
17 Ramadan untuk Nuzulul Qur'an, dll.
Penamaan
kalender ini dengan Kalender Hijriyah adalah dinisbatkan (didasarkan) pada
peristiwa hijrahnya
Nabi Muhammad
dari Makkah
ke Madinah,
yang terjadi pada tahun 622
M. Penetapan awal diberlakukannya kalender ini adalah pada tanggal
1 Muharram tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli
622 M oleh khalifah Umar
bin Khattab.
Sebelum
penetapan tersebut, umat Islam masih menggunakan sistem kalender yang telah
berlaku sejak masa pra Islam. Di tanah Arab sebelum datangnya Islam memang telah dikenal
sistem kalender yang berbasis campuran antara Bulan
(qomariyah) dan Matahari
(syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim
dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun
dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya,
tahun kelahiran Nabi Muhammad dikenal dengan sebutan “Tahun Gajah”, karena pada
waktu itu terjadi penyerbuan Ka’bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin
oleh Gubernur Yaman, Abrahah (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk
wilayah Ethiopia).
Pada
masa Nabi sendiri umat Islam masih menggunakan sistem kalender tersebut. Namun
pada tahun ke-9 periode Madinah Nabi melakukan revisi terhadap sistem kalender
tersebut. Tepatnya setelah turunnya ayat 36-37 Surat At-Taubah,
yang melarang menambahkan hari dan bulan (interkalasi) pada sistem penanggalan.
Setelah Nabi wafat, para sahabat berselisih pendapat terkait
dengan kapan dimulainya tanggal dan tahun ke-1 pada Kalender Islam. Ada yang
mengusulkan tahun kelahiran Nabi sebagai awal patokan penanggalan. Ada juga yang
mengusulkan wafatnya Nabi sebagai awal patokan penanggalan Islam.
Sampai akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan
awal patokan penanggalan Islam adalah tahun hijrahnya Nabi dari Mekkah ke
Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh
bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam ditetapkan
sebagai hari pertama tahun ke-1 Hijriah, meskipun peristiwa hijrah Nabi sendiri
terjadi pada bulan Rabiul Awal.
Awal mula yang mengusulkan pembuatan
kalender adalah Abu Musa al-Asy’ari, gubernur Kufah. Pilihan tahun hijrahnya
Nabi sebagai tahun pertama adalah usulan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Muharram
dipilih sebagai bulan pertama adalah usulan Utsman bin al-Affan.
Penentuan dimulainya sebuah
hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada
sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu
setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai
ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun
berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki
12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari
dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah
yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari
dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Siklus sinodik bulan pada
faktanya bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah
bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30
hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu
jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada
pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut.
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut.
Penentuan awal bulan ditandai
dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal)
setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam
sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk
barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada
bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan baku bulan-bulan apa
saja yang memiliki 29 atau 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Aktivitas untuk mengetahui penampakan hilal disebut rukyat, yakni mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Apabila hilal terlihat maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1.
Sedangkan hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan dimana hilal dapat terlihat. Hisab seringkali dilakukan untuk membantu sebelum melakukan rukyat.
Penentuan awal bulan ini menjadi sangat signifikan terutama untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti bulan Ramadan (puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).
Aktivitas untuk mengetahui penampakan hilal disebut rukyat, yakni mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Apabila hilal terlihat maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1.
Sedangkan hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan dimana hilal dapat terlihat. Hisab seringkali dilakukan untuk membantu sebelum melakukan rukyat.
Penentuan awal bulan ini menjadi sangat signifikan terutama untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti bulan Ramadan (puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).