Ada orang-orang yang dicintai oleh Allah, ada pula yang
dibenci-Nya. Adapun mereka yang dibenci, seperti yang
diinformasikan dalam al-Qur’an, antara lain: Pertama,
orang-orang yang sombong (mutakabbirin). Satu hal yang membuat mereka
bersikap sombong adalah kebodohannya terutama tentang eksistensinya sebagai
makhluk, seperti ditegaskan dalam al-Qur’an, ''Tuhan kamu adalah Tuhan Yang
Maha Esa. Orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka
mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang
sombong.'' (40: 76).
Orang yang berperilaku demikian
berarti telah meletakkan dimensi kemanusiaannya di atas segala hal. Kemampuan
akalnya telah menundukkan Tuhan berada pada kendalinya. Ia lupa bahwa yang
memberinya akal adalah Tuhan. Jika kepada Tuhan saja ia bersukap demikian, maka
jelas ia juga merasa lebih tinggi dari orang-orang di sekelilingnya. Orang
seperti ini jelas tidak mau menerima kebenaran selain dari dirinya sendiri.
Nabi menyatakan, ''Kesombongan adalah menolak kebenaran dan memandang enteng
orang lain.'' (Muslim).
Kedua, orang-orang yang
berlebih-lebihan (musrifin) dalam menggunakan harta dan kekayaan yang
dimilikinya. Allah berfirman, ''Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu)
bila dia berbuah, tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
dikeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.'' (6: 141).
Perilaku berlebihan dalam
memanfaatkan nikmat yang diberikan Allah, selain merugikan diri sendiri, juga
merupakan wujud rasa tidak bersyukur kepada-Nya. Di samping itu, perilaku ini
juga cenderung menggiring orang pada pola hidup individualistik dan
menghilangkan kepekaan sosial. Sebab seluruh energinya akan tercurahkan untuk
mencari kepuasan pribadi, padahal hasrat manusia itu tidak akan ada habisnya
jika terus diikuti. Imam Busyiri menegaskan dalam qasidah Burdahnya, “Hasrat
nafsu itu seperti hasrat bayi untuk menetek ibunya. Jika dibiarkan ia akan
terus menetek, tetapi ia pun akan berhenti jika dihentikan (sapeh).”
Ketiga, orang-orang yang gemar
berdusta (kadzibin). Dusta merupakan
sikap orang munafik, selain tidak menepati janji dan tidak dapat dipercaya.
Nabi menjelaskan, “Tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu jika berbicara ia
berdusta, jika berjanji ia tidak menepati, dan jika dipercaya ia berkhianat.”
(Bukhari dan Muslim)
Orang yang gemar berdusta ia akan
tersingkir dari pergaulannya, karena orang di sekelilingnya tidak akan percaya
kepadanya bahkan membencinya. Kalau manusia saja membencinya apalagi Tuhan.
Nabi juga sangat membenci pendusta, apalagi hal itu dilakukan kepada dirinya
(agama). Ia mengungkapkan, “Siapa yang berdusta atas namaku maka sialahkan
ambil tempatnya di neraka.”
Termasuk pendusta adalah orang yang berjanji untuk
menggunakan harta pada jalan Allah dan membantu orang lain apabila kaya. Namun,
ketika kaya ia lupa terhadap janji itu. Allah berfirman, ''Dan di antara
mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, 'Sesungguhnya jika Allah
memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan
pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh'. Maka, setelah Allah memberikan
kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi
(kebenaran). Maka, Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada
waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa
yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu
berdusta.'' (9: 75-77).
Keempat, orang-orang yang berbuat
kerusakan (mufsidin) dan melampaui batas. Orang yang gemar menciptakan
kerusakan dapat dipastikan ia tidak memiliki i’tikad baik untuk menciptakan
pola hidup yang harmoni. Suatu sikap yang bertentangan dengan ajaran Tuhan.
Untuk itu Ia sangat membencinya, seperti dalam firman-Nya, ''Janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.'' (28: 77).
Perbuatan merusak ini sangat banyak jenisnya, baik
ditujukan pada diri sendiri seperti mengkonsumsi narkoba, judi, dll., maupun
pada lingkungan sekitar seperti melakukan pengerusakan terhadap
fasilitas-fasilitas umum. Termasuk kategori kedua ini adalah melakukan
ekploitasi sumber daya alam yang tidak mempedulikan ekosistem alam hingga
mengakibatnya terjadinya banyak bencana, juga teknologi produksi yang tidak
ramah lingkungan hingga berakibat buruk baik bagi manusia maupun alam
sekitarnya.
Begitu juga dengan orang yang
melampaui batas dengan menghalalkan yang haram atau sebaliknya. Dengan sikapnya
itu berarti ia tidak lagi mengindahkan batas-batas yang telah digariskan oleh
Tuhan. Kebencian Tuhan kepadanya seperti tersurat dalam firman-Nya, ''Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.'' (5: 87).
Sudah tentu, setiap muslim hendaknya menjauhkan dirinya
dari sikap dan perilaku orang-orang yang dibenci oleh Allah ini. Sebab,
perilaku tersebut di samping dapat merusak dan menghancurkan tatanan kehidupan
pribadi, juga merusak tatanan kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa.