Manusia memiliki
beberapa karakter buruk yang jika tidak diobati maka akan merugikan manusia itu
sendiri. Beberapa karakter buruk manusia disebut dalam Alquran adalah: Pertama,
mengeluh dan kikir. "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat
keluh kesah lagi kikir." (QS. 70:19). Disadari maupun tidak,
mengeluh merupakan sifat dasar manusia yang biasanya timbul di saat dia tersandung
masalah atau tertimpa musibah.
Sedangkan kikir
atau bakhil, diuraikan Allah: “... Dan adalah manusia itu sangat kikir”
(QS. 17:100). Agar sifat ini tidak semakin
tumbuh besar dalam diri seseorang, maka Nabi menganjurkan umatnya untuk
selalu berdoa, “Allahumma inni a’udzubika minal bukhli (Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir).”
Kedua, lemah. Sifat
lemah ini di dalam Alquran dijelaskan ada lemah secara fisik, “Allah,
Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah...” (QS.30:54); dan
lemah (dalam melawan) hawa nafsu, “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu,
dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. 4:28). Menurut Syeh
Nawawi qal-Bantani, tafsir “lemah” dalam ayat ini adalah lemah dalam melawan
hawa nafsu.
Ketiga, zalim
dan bodoh. “...
sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. 33:72).
Kezaliman dan kebodohan manusia dalam ayat di atas disebabkan karena rusak dan
kotornya bumi, karena pertumpahan darah dan ulah manusia itu sendiri yang tidak
merawat bumi dan seisinya sesuai dengan ketentuan Allah.
Keempat, tidak
adil. Sering kali manusia kurang memperhatikan perilaku adil dalam kehidupan
sehari-hari. Kaum Madyan yang tidak berlaku adil, akhirnya diazab oleh Allah,
seperti dalam firman-Nya, “Dan Syu'aib berkata, ‘Hai kaumku, cukupkanlah
takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia
terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi
dengan membuat kerusakan.” (QS. 11:85).
Semua karakter
tersebut bukan berarti sama sekali tidak bisa diatasi. Sebab membiarkan
karakter-karakter tersebut mendominasi seseorang sama saja dengan mendatangkan
murka Allah. Oleh karenanya, dia harus mengerahkan segala usaha untuk meminimalkan
karakter buruk tersebut dengan menonjolkan sifat-sifat baik yang ada dalam
dirinya, sehingga Allah akan memujinya.
Hampir
semua nabi dan rasul yang mendapatkan pujian dari Allah selalu terkait dengan
sifat shiddiq, yaitu jujur dan benar. Baik dalam pemikiran, perkataan, maupun
tingkah laku keseharian. Tidak ada perbedaan, apalagi pertentangan antara yang
diucapkan dan yang dilakukan.
Sifat
dan karakter inilah yang sangat dicintai Allah dan menghantarkan kesuksesan
para nabi dan rasul tersebut di dalam melaksanakan misi dari risalah
kenabiannya.
“Ceritakanlah
(hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (Alquran) ini. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang sangat benar (jujur) lagi seorang Nabi.” (QS 19:41). Lihat
juga dalam ayat 54-57 tentang kejujuran Ismail dan Idris AS.
Karena
itu, para ulama menempatkan empat karakter dan sifat yang wajib melekat pada
setiap pribadi nabi dan rasul dengan shiddiq (jujur), amanah (bertanggung
jawab), fathanah(cerdas), dan tabligh (menyampaikan risalah Islamiyah kepada
umat manusia dengan penuh kesungguhan).
Meskipun
keempat sifat dan karakter tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan, namun kejujuran merupakan sumber utamanya. Nabi menganjurkan
umatnya untuk senantiasa jujur dalam segala hal, tidak boleh ada dusta, kepura-puraan,
dan pengkhianatan.
Beliau bersabda,
“Kalian harus berlaku jujur karena kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan.
Dan, kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku
jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur
di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring pada
kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang
senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai
pendusta di sisi Allah.” (HR Muslim).
Korupsi
yang merajalela sampai saat ini di berbagai instansi dan tingkatan, penyebab
utamanya tidak lain adalah karena hilangnya sifat jujur pada sebagian
masyarakat, terutama yang mendapatkan amanah sebagai pejabat publik. Berbagai delik
jeratan hukum dikelabui sedemikian rupa agar dapat aman menggasak uang negara dan
rakyat.
Dan naifnya,
mereka yang muslim saat berhasil sukses dan aman bersyukur dengan mengucap Alhamdulillah,
sembari merasa mereka telah mendapat pertolongan Allah karena dapat melakukan
semuanya dengan lancer.
Padahal,
bagi orang yang beriman (apa pun posisi dan jabatannya), meskipun tantangannya
sangat berat untuk memiliki dan menguatkan sifat jujur dan benar dalam segala
hal, harus tetap ditumbuhkembangkan dan diperkuat sehingga menjadi struktur
kepribadian yang melekat pada pribadinya.
Karena,
jujur itu akan mengundang kasih sayang dan pujian dari Allah, yang dampaknya
akan dirasakan dalam kehidupan di dunia ini berupa ketenangan, kedamaian, dan
kesuksesan. Dan, di akhirat nanti akan mendapatkan surga-Nya. “Hai orang-orang
yang beriman, ber takwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama dengan
orang-orang yang jujur (benar).” (QS 9:119).