Jumat, 04 Maret 2016

Contoh Sikap Munafik

     Qatadah bin Nu’man pernah menuturkan sebuah kisah tentang sikap khianat yang dilakukan oleh orang munafik. Di antara bangsa Arab terdapat satu keluarga yang dikenal dengan sebutan Banu Ubairiq, yaitu Mubasyair, Basyar, dan Basyir. Lelaki yang disebut terakhir ini dikenal sebagai seorang munafik yang pernah melontarkan cacian kepada sahabat-sahabat Nabi. Caciannya ini dikemas dalam bentuk syair. Namun pada saat membacaan syairnya ini ia berusaha “melempar batu sembunyi tangan,” tepatnya dengan menyatakan syair itu sebagai gubahan orang lain meski sebenarnya ia sendiri yang menggubahnya.
     Pada suatu hari, paman Qatadah, Rifa’ah bin Zaid membeli terigu beberapa karung, dan menyimpannya di gudang senjata. Namun pada suatu malam, gudang itu dibobol oleh pencuri, dan menguras habis seluruh barang yang ada di dalamnya. Kejadian ini diketahui oleh Rifa'ah baru pada ke esokan harinya. Rifa’ah kemudian menceritakan semuanya ke Qatadah. Tidak lama kemudian keduanya sepakat untuk melakukan menyidikan. Lalu mereka berjalan menyisir kampung-kampung untuk mencari tahu siapa sebenarnya pelaku pencurian di gudangnya.
     Beberapa saat kemudian keduanya mendapatkan informasi dari seorang warga bahwa ia tadi malam melihat Banu Ubairiq sedang menyalakan api dan memasak tetapi ia tidak tahu persis apa yang sedang dimasak oleh mereka. Keduanya masih belum menanggapi serius informasi ini, karena menurutnya sangat mungkin informasi ini tidak benar. Kondisi ekonomi Banu Ubairiq yang tergolong miskin sejak masa Jahiliyah sampai pada masa Islam ini, bisa jadi hanya dijadikan kambing hitam setiap kejadian pencurian, meski sebenarnya mereka tidak melakukannya. Untuk itu, keduanya tidak langsung mempercayainya, dan masih tetap terus mencari informasi yang lain.
     Namun, informasi dari seorang warga itu ternyata lebih dulu menyebar di masyarakat, sebelum keduanya mendapatkan kepastian siapa sebenarnya pencurinya. Bahkan isu itu telah sampai ke telinga Banu Ubairiq, hingga mereka terpancing untuk memberikan pembelaan. Dan tampaknya mereka cerdik juga. Mereka tidak hanya membantah isu itu, tetapi disertai dengan tuduhan kepada orang lain, yaitu Labib bin Sahl, salah seorang bangsawan yang dikenal sangat dermawan pada saat itu. “Demi Allah, kami tidak melihat selain Labib bin Sahl,” kata mereka.
     Labib sendiri terpancing kemarahannya begitu mendengar tuduhan Banu Ubairiq tersebut. Dan sambil menghunuskan pedang ia melontarkan tantangannya kepada Banu Ubairiq, “Saya mencuri! Demi Allah, pedang ini yang akan menyelesaikan perkara kalian sampai ketahuan siapa sebenarnya pencirinya.”
     Tantangan Labib membuat Banu Ubairiq keder juga. Mereka akhirnya menyatakan, “Jangan beranggapan kami menuduhmu, karena memang bukan kamu pencurinya.”
     Sementara itu, Qatadah dan Rifa’ah terus melakukan pelacakan sampai akhirnya mereka menemukan bahwa pencurinya tidak lain adalah seorang dari Banu Ubairiq, yaitu Basyir. Rifa’ah kemudian menyuruh Qatadah untuk menghadap Nabi guna melaporkan kejadian ini. Sesampainya di hadapan Nabi, Qatadah menuturkan secara detail kejadian yang menimpa pamannya. Ia pun meminta keputusan Nabi. Ia juga menambahkan bahwa pamannya tidak meminta semua barangnya yang telah dicuri untuk dikembalikan, tetapi yang diminta hanya senjatanya saja.
     Nabi berjanji untuk menyelesaikannya. Namun sebelum ia mulai melangkah, bahkan Qatadah masih belum beranjak dari tempat duduknya, Banu Ubairiq telah berusaha memotong langkahnya dengan mendatangi rumah Asir bin Urwah untuk merundingkan perkara mereka. Mereka kemudian berhasil mengumpulkan beberapa orang warga untuk melapor kepada Nabi, bahwa Qatadah telah sembarangan menuduh Banu Ubairiq mencuri dengan tanpa bukti. Nabi pun langsung mengkonfirmasikan laporan mereka kepada Qatadah. Dan tanpa bisa menjawab, Qatadah langsung kembali ke pamannya, dan menceritakan semua yang terjadi. “Allah tempat memohon pertolongan,” komentar Rifa’ah singkat.
     Pada saat itu Nabi mendapatkan perintah dari Allah untuk menegakkan hukum di antara manusia dengan Kitab al-Qur'an yang memang mengandung kebenaran, dan larangan untuk menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat. Perintah Allah ini kemudian dilaksanakan oleh Nabi dengan mengembalikan senjata milik Rifa'ah, –karena  pada pertemuan antara Banu Ubairiq dan Qatadah di hadapan Nabi itu sebenarnya telah berhasil mendapatkan pengakuan dari Banu Ubairiq bahwa pelakunya adalah salah seorang dari mereka– meskipun akhirnya Rifa’ah menolaknya dan memberikannya kepada Banu Ubariq. Sikap ini ditunjukkan oleh Rifa’ah sebagi bukti kepatuhannya pada hukum yang telah ditentukan oleh Allah melalui Nabi-Nya. Tetapi sikap Basyir justru sebaliknya, ia justru menggabungkan diri dengan orang-orang musyrik dan menumpang di rumah Sulafah binti Sa’d.
     Terkait dengan hal ini Nabi juga mendapatkan penjelasan dari Allah bahwa siapa saja yang menentang putusan Nabi setelah ia mengetahui dengan jelas petunjuk (Tuhan) dan tidak mengikuti jalan orang-orang mukmin, maka ia akan dijadikan pemimpin dari apa yang mereka kehendaki dan jelas akan tersesat jalan.