”Salat merupakan tiang agama. Orang yang
menegakkannya berarti telah menegakkan agama. Sedang orang yang meninggalkannya
sama saja dia merobohkan agama.”
Penegasan Nabi tersebut membuktikan sangat
pentingnya salat bagi manusia. Sebab ia merupakan penentu kualitas perilaku
manusia. Bahkan, konon, salat juga menjadi tolok ukur bagi amal ibadah
seseorang pada saat hisab (perhitungan amal selama di dunia) kelak
seusai kiamat.
Cukup rasional jika salat dijadikan
penentu kualitas perilaku manusia, sebab ia merupakan media komunikasi yang
sangat efektif antara manusia dan Tuhan. Komunikasi yang harmonis antara
manusia dan Tuhannya melalui salat sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menjaga
ketenangan dan keteguhan batinnya.
Kewajiban salat lima waktu dalam sehari
semalam dengan demikian tidak lain agar manusia mampu menjaga hubungannya
dengan Tuhan. Orang yang mampu menjaganya berarti dia telah merupaya menjaga
konsistensi (istiqamah) imannya. Dari orang seperti ini dapat diharapkan
perilaku positif yang mencerminkan keimanannya tersebut. Sebaliknya, orang yang
keimanannya terusik akibat tidak salat dia akan sangat mudah melakukan
perbuatan yang meresahkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Orang yang tidak menegakkan salat, betapa
pun tampak gembira karena serta tercukupi kebutuhan maretialnya misalnya,
tetapi kalau dia mau jujur sebenarnya dia acap kali merasa resah dan gelisah.
Kegelisahan ini tidak lain karena batinnya yang kering akibat semakin
menipisnya keimanannya.
Setiap orang memang seharusnya mengingat
Tuhan kapan saja dan di mana saja dia berada. Tetapi kebutuhan-kebutuhan
duniawi acap kali dapat mengusik ingatannya kepada Tuhan tersebut. Dengan media
salat kealpaan itu dapat dimimalisir, sehingga ingatannya kepada Tuhan tetap
terjaga.
Seseorang yang lupa pada Tuhan akan sangat
mudah tergelincir pada perilaku menyimpang, terutama dari ajaran agama. Berarti
orang yang gemar meninggalkan salat sangat mudah untuk terjerumus pada
perbuatan maksiat. Apa yang bisa didapat dari kemaksiatan selain keresahan dan
kegelisahan?
Karena itulah Nabi seringkali mengingatkan
kepada sahabatnya perihal salat ini. Beliau juga menunjukkan bukti-bukti akibat
yang harus diterima orang orang yang melalaikan salat. Salah satunya adalah
sebagai berikut:
Pada suatu hari Nabi. sedang duduk bersama
para sahabat di masjid Nabawi. Kemudian ada seorang pemuda Arab masuk ke dalam
masjid dengan menangis. Nabi lalu bertanya, ”Wahai orang muda kenapa kamu
menangis?” ”Ya Rasulullah, ayah saya telah meninggal dunia dan tidak ada kain
kafan dan tidak ada orang yang hendak memandikannya,” jawab pemuda itu.
Nabi kemudian memerintahkan Abu Bakar dan
Umar untuk ikut pemuda itu untuk melihat masalahnya. Setelah mengikut orang
itu, keduanya mendapati ayah pemuda itu telah bertukar rupa menjadi babi hitam.
Mereka pun kembali dan memberitahu kepada Nabi.
Nabi lalu berangkat bersama sahabatnya
menuju rumah pemuda itu. Nabi kemudian berdoa kepada Allah, kemudian mayat itu
pun bertukar kepada bentuk manusia semula. Lalu Nabi dan para sahabat menyalatkan
jenazah tersebut.
Namun mayat itu hendak dikebumikan, mayat
itu kembali berubah menjadi seperti babi hutan yang hitam. Nabi kemudian bertanya
kepada pemuda itu, ”Wahai orang muda, apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu
sewaktu dia di dunia dulu?” Dia menjawab, ”Sebenarnya ayahku ini tidak mahu
mengerjakan salat.”
Kemudian Nabi bersabda, ”Wahai para
sahabatku, lihatlah keadaan orang yang meninggalkan salat. Di hari kiamat nanti
akan dibangkitkan oleh Allah seperti babi hutan yang hitam.”
Kisah seperti ini bagi sebagian orang
mungikin dianggap mengada-ada, karena dianggap tidak rasional dan imposible.
Tetapi alangkah lebih baik jika diambil hikmah syar’iyah-nya saja bahwa
Nabi sangat mewanti-wanti umatnya agar tidak meninggalkan salat.
Sebagian dari mereka bahkan menganggap
memperbaiki perilaku sosial itu lebih baik daripada menegakkan salat. Hal ini
mempertimbangkan implikasi yng ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Yang
pertama jelas lebih besar karena dapat dirasakan oleh banyak orang. Berbeda
dengan salat yang hanya dirasakan oleh orang yang menegakkannya.
Biarlah orang berpegang pada pendapatnya
sendiri. Yang sangat jelas adalah Allah mewajibkan salat bukan untuk
kepentinyan-Nya sendiri, karena ketundukan atau ketaatan manusia kepada-Nya
tidak menambah sedikit pun keagungan-Nya. Semua hanya untuk kepentingan manusia
sendiri, baik bagi kehidupannya saat ini maupun kelak di hadapa-Nya. Wallahu
a’lam bi al-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar