Jumat, 04 Oktober 2013

Pentingnya Salat



”Salat merupakan tiang agama. Orang yang menegakkannya berarti telah menegakkan agama. Sedang orang yang meninggalkannya sama saja dia merobohkan agama.”
Penegasan Nabi tersebut membuktikan sangat pentingnya salat bagi manusia. Sebab ia merupakan penentu kualitas perilaku manusia. Bahkan, konon, salat juga menjadi tolok ukur bagi amal ibadah seseorang pada saat hisab (perhitungan amal selama di dunia) kelak seusai kiamat.
Cukup rasional jika salat dijadikan penentu kualitas perilaku manusia, sebab ia merupakan media komunikasi yang sangat efektif antara manusia dan Tuhan. Komunikasi yang harmonis antara manusia dan Tuhannya melalui salat sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menjaga ketenangan dan keteguhan batinnya.
Kewajiban salat lima waktu dalam sehari semalam dengan demikian tidak lain agar manusia mampu menjaga hubungannya dengan Tuhan. Orang yang mampu menjaganya berarti dia telah merupaya menjaga konsistensi (istiqamah) imannya. Dari orang seperti ini dapat diharapkan perilaku positif yang mencerminkan keimanannya tersebut. Sebaliknya, orang yang keimanannya terusik akibat tidak salat dia akan sangat mudah melakukan perbuatan yang meresahkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Orang yang tidak menegakkan salat, betapa pun tampak gembira karena serta tercukupi kebutuhan maretialnya misalnya, tetapi kalau dia mau jujur sebenarnya dia acap kali merasa resah dan gelisah. Kegelisahan ini tidak lain karena batinnya yang kering akibat semakin menipisnya keimanannya.
Setiap orang memang seharusnya mengingat Tuhan kapan saja dan di mana saja dia berada. Tetapi kebutuhan-kebutuhan duniawi acap kali dapat mengusik ingatannya kepada Tuhan tersebut. Dengan media salat kealpaan itu dapat dimimalisir, sehingga ingatannya kepada Tuhan tetap terjaga.
Seseorang yang lupa pada Tuhan akan sangat mudah tergelincir pada perilaku menyimpang, terutama dari ajaran agama. Berarti orang yang gemar meninggalkan salat sangat mudah untuk terjerumus pada perbuatan maksiat. Apa yang bisa didapat dari kemaksiatan selain keresahan dan kegelisahan?
Karena itulah Nabi seringkali mengingatkan kepada sahabatnya perihal salat ini. Beliau juga menunjukkan bukti-bukti akibat yang harus diterima orang orang yang melalaikan salat. Salah satunya adalah sebagai berikut:
Pada suatu hari Nabi. sedang duduk bersama para sahabat di masjid Nabawi. Kemudian ada seorang pemuda Arab masuk ke dalam masjid dengan menangis. Nabi lalu bertanya, ”Wahai orang muda kenapa kamu menangis?” ”Ya Rasulullah, ayah saya telah meninggal dunia dan tidak ada kain kafan dan tidak ada orang yang hendak memandikannya,” jawab pemuda itu.
Nabi kemudian memerintahkan Abu Bakar dan Umar untuk ikut pemuda itu untuk melihat masalahnya. Setelah mengikut orang itu, keduanya mendapati ayah pemuda itu telah bertukar rupa menjadi babi hitam. Mereka pun kembali dan memberitahu kepada Nabi.
Nabi lalu berangkat bersama sahabatnya menuju rumah pemuda itu. Nabi kemudian berdoa kepada Allah, kemudian mayat itu pun bertukar kepada bentuk manusia semula. Lalu Nabi dan para sahabat menyalatkan jenazah tersebut.
Namun mayat itu hendak dikebumikan, mayat itu kembali berubah menjadi seperti babi hutan yang hitam. Nabi kemudian bertanya kepada pemuda itu, ”Wahai orang muda, apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu sewaktu dia di dunia dulu?” Dia menjawab, ”Sebenarnya ayahku ini tidak mahu mengerjakan salat.”
Kemudian Nabi bersabda, ”Wahai para sahabatku, lihatlah keadaan orang yang meninggalkan salat. Di hari kiamat nanti akan dibangkitkan oleh Allah seperti babi hutan yang hitam.”
Kisah seperti ini bagi sebagian orang mungikin dianggap mengada-ada, karena dianggap tidak rasional dan imposible. Tetapi alangkah lebih baik jika diambil hikmah syar’iyah-nya saja bahwa Nabi sangat mewanti-wanti umatnya agar tidak meninggalkan salat.
Sebagian dari mereka bahkan menganggap memperbaiki perilaku sosial itu lebih baik daripada menegakkan salat. Hal ini mempertimbangkan implikasi yng ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Yang pertama jelas lebih besar karena dapat dirasakan oleh banyak orang. Berbeda dengan salat yang hanya dirasakan oleh orang yang menegakkannya.
Biarlah orang berpegang pada pendapatnya sendiri. Yang sangat jelas adalah Allah mewajibkan salat bukan untuk kepentinyan-Nya sendiri, karena ketundukan atau ketaatan manusia kepada-Nya tidak menambah sedikit pun keagungan-Nya. Semua hanya untuk kepentingan manusia sendiri, baik bagi kehidupannya saat ini maupun kelak di hadapa-Nya. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar