Seperti sudah
menjadi kebiasaan, tiap musim penghujan ada banyak bencana alam yang terjadi. Ada
banjir, tanah longsor, banjir bandang, sapuan angin puyuh, dll. Semua musibah
tersebut bukan hanya menelan korban, tetapi juga menyisakan kerusakan
infrastruktur dan persoalan sosial kemasyarakatan yang sama-sama membutuhkan
penangan sesegera mungkin.
Semua bencana itu merupakan musibah yang
memprihatinkan. Ironinya, berbagai bencana yang terjadi belum banyak mengusik
kesadaran masyarakat untuk segera melihat lebih jernih sikap mereka selama ini
terhadap alam dan lingkungan. Alih-alih menjadi sebuah peringatan, bencana
malah mulai marak menjadi komoditi tersendiri bagi kepentingan ekonomi dan
politik.
Kenapa semua bencana itu terjadi meski
dapat dikaji secara ilmiah, tetapi tidak dapat dilupakan juga bahwa hal itu merupakan
peringatan Allah kepada manusia terutama mereka yang lupa diri, lupa asal dan
tempat mereka akan kembali. Karenanya, ungkapan yang terucap dari seorang
yang beriman pada saat tertimpa musibah adalah inna lillah wa inna ilaihi
raji'un (kita semua milik Alllah dan kepada-Nya kita kembali).
Dinyatakan
sebagai peringatan sebab setiap bencana tidak lepas dari ulah manusia sendiri. Keistimewaan
yang telah diberikan oleh Allah kepadanya justru membuatnya berlaku semaunya
sendiri, termasuk kurang atau tidak mengindahkan ekosistem alam. Negeri yang
gemah limpah loh jinawi ini berubah menjadi negeri langganan bencana tidak lain
akibah ulah bangsa ini dalam menyikapi alam.
Allah
berfirman: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagiaan dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
(30: 41);
"Lalu
orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak
diperintahkan kepada mereka. Sebab itu, Kami timpakan atas orang-orang yang
zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik." (2: 59);
"Dan
apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh tanganmu
sendiri." (42: 30)
Dari sini
tidak salah jika kemudian ada yang memahami bukan sekedar peringatan, tetapi
sudah merupakan azab Allah. Dalam hal ini Allah telah mencontohkan dengan azab
yang diberikan kepada Bani Israel di zaman dulu akibat perbuatan-perbuatan
mereka yang melampaui batas, seperti dalam firman Allah, antara lain:
"...Lalu
ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan
dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah
dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Demikian itu (terjadi) karena
mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas." (2: 61)
"Mereka
diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka
kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan diliputi kerendahan. Yang demikian
itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa
alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka melampaui batas." (3:
112)
"Barangsiapa
yang membelakangi orang-orang yang kafir (mundur) di waktu itu, kecuali
berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan
(sendiri) yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa
kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam." (8: 16)
Tetapi
bagi sebagian orang, semua musibah dan anugerah pada hakekatnya berkedudukan
sama, yaitu sama-sama merupakan ujian dan cobaan atas keislaman, kesungguhan,
kesabaran, dan kepasrahan mereka, seperti firman Allah, antara lain:
"Dan
sungguh akan Kami beri cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar." (2: 155)
"Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan. Mereka digoncang (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: 'Bilakah
datangnya pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat.'" (2: 214)
"Apa
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang
sabar." (3: 142)
Lepas dari
perbedaan pola penyikapan tersebut, sebagai seorang mukmin sudah sepatutnya kita
menerima segala musibah yang menimpa itu sebagai peringatan, agar kita mawas
diri dan memperbaiki diri; dan sebagai ujian bagi meningkatkan kesabaran,
tawakal dan kedekatan kita kepada Allah.
Di samping
itu kita harus merubah sikap kita dalam dalam menyikapi alam. Program penghijauan
misalnya, agar jangan hanya menjadi komoditas ekonomi dan politik semata,
tetapi benar-benar terlaksana sebagai wujud sikap ramah kita terhadap alam. Wallahu
a’lam bi al-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar