Jumat, 28 Februari 2014

Makin Bersih dan Nikmat Dengan Berkhitan

Dalam khazanah fikih Islam, khitan didefinisikan sebagai satu perbuatan memotong kulit bagian ujung (kulup) yang menutup bagian depan kemaluan bagi laki-laki, atau sedikit bagian atas alat kelamin bagi perempuan. Khitan, yang oleh sebagian masyarakat diistilahkan ‘sunat’, ini bertujuan untuk menjaga kebersihan fisik dari kotoran. Di samping itu, khitan juga berfungsi agar seseorang dapat menahan kencing sehingga tidak mengurangi kenikmatannya dalam bersenggama.
Bagian depan kelamin yang tertutup kulup itu, dalam pandangan fikih, dianggap sebagai bagian luar yang harus dibersihkan dan disucikan. Membiarkannya dalam keadaan kotor jelas berpengaruh terhadap aktifitas ibadah seperti shalat. Seorang yang hendak menjalankan shalat disyaratkan harus suci dari hadats (kotoran) kecil seperti kentut dan memegang kemaluan, atau hadats besar seperti junub dan dari najasah (hal-hal yang termasuk kategori najis). Apabila ujung kemaluannya tidak disucikan maka shalatnya tidak sah karena masih adanya najis yang melekat di tubuhnya. Mungkin dia dapat mensucikannya tanpa harus berkhitan, tetapi hal itu sangat merepotkan, sehingga sangat disarankan untuk berkhitan.
Untuk itu, di dalam literatur fikih Islam, khitan dimasukkan sebagai bagian dari persoalan thaharah (bersih diri), meskipun tentang hukumnya ada banyak pendapat. Mayoritas ulama menyatakan bahwa khitan itu wajib. Tetapi dalam mazhab Syafi'i, mazhab yang banyak diikuti oleh umat Islam di negeri ini, ditetapkan sebagai sunnah muakkadah (sunat yang dikuatkan) bagi laki-laki, dan sekadar anjuran bagi kaum perempuan. Perdapat ini didasarkan pada sabda Nabi, ’Ada empat hal yang termasuk dalam sunah Nabi, yaitu khitan, memakai wangi-wangian, bersiwak, dan menikah’; ‘Khitan itu disunatkan bagi kaum laki-laki dan dimuliakan bagi kaum wanita.’
Khitan juga sudah dianalisis secara medis. Dan hasilnya menunjukkan bahwa khitan sangat baik dan bahkan dapat menunjang kesehatan badan. Hal ini karena berkhitan itu dapat membersihkan segala kotoran yang menempel di kulit kelamin, sehingga sangat efektif untuk menghindari kuman yang bersarang pada kelamin. Berdasar hasil analisis tersebut, dewasa ini tidak sedikit warga non-muslim di AS dan Eropa yang tertarik untuk melakukan khitan.
Analisis medis itu juga menunjukkan bahwa khitan juga dapat menambah rasa nikmat dalam hubungan suami-istri. Kenyataan ini seperti ditunjukkan oleh pengakuan sebagian umat muslim keturunan Cina di negeri ini bahwa mereka merasakan kenikmatan yang lebih saat berhubungan dengan istrinya dibanding sebelum mereka masuk Islam dan berkhitan.
Tradisi khitan ini sebenarnya tidak hanya bermula pada zaman Nabi Muhammad. Sejak pada zaman Nabi Ibrahim tradisi khitan sudah berlangsung. Kenyataan sejarah ini seperti diuraikan oleh Nabi bahwa ‘Ibrahim kekasih Tuhan, berkhitan setelah berusia 80 tahun. Dia dikhitan dengan menggunakan kapak.’ Ungkapan ini bukan berarti Nabi menyarankan untuk berkhitan pada usia dewasa atau bahkan sudah lanjut usia. Justru dia menganjurkan agar sebaiknya khitan itu dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Imam al-Baihaqi menyebutkan bahwa ‘Nabi mengelenggarakan walimat aqiqah (menyembelih kambing dua untuk anak laki-laki dan satu untuk anak perempuan) untuk cucunya Hasan dan Husain dan mengkhitannya pada hari ketujuh kelahiran dari kelahirannya.’
Di negeri ini pelaksanaan khitan berbeda-beda. Ada yang disesuaikan dengan pelaksanaan Nabi tersebut. Ada juga yang dilaksanakan pada usia anak-anak. Hal ini tidak jadi masalah, asal tradisi berkhitan itu terus dijalankan. Bahkan tradisi ini ada yang dikemas dalam satu paket acara amal, seperti khitanan masal, yang biasanya dilakukan terhadap anak-anak dari keluarga yang kurang mampu.
Namun tradisi khitan ini masih ada yang mempersoalkan, terutama bagi perempun. Yang dipersoalkan adalah alasan pelaksanaan khitan bagi perempuan itu, yaitu mengurangi gairah seksualnya. Hal ini dianggap telah merenggut hak perempuan untuk mendapatkan kenikmatan dalam berhubungan badan. Alasan tersebut ada benarnya. Tetapi ada banyak doktrin agama yang menegaskan tentang kejahatan yang ditimbulkan oleh naluri seks perempuan, sehingga perempuan harus diperlakukan dan memperlakukan diri sebaik mungkin. Nabi menggambarkan perempuan sebagai tiang penyangga negara. Jika dia baik maka seluruh masyarakat akan merasa aman, tenteram sejahtera. Sebaliknya apabila dia buruk maka ketenteraman dan kesejahteraan itu akan sulit dicapai.
Mereka juga menyatakan bahwa tradisi khitan itu tidak berakar dari Islam tetapi dari tradisi Arab. Dalam hal ini patut dipahami pernyataan jujur dan terbuka Nabi bahwa dia tidak membuat hal-hal baru melainkan menyempurnakan tradisi yang sudah ada dengan memberinya muatan nilai-nilai yang Islami. Bahkan dengan dasar ini Islam selalu dapat mengikuti perkembangan sejarah kemanusiaan (salihun li kulli zaman wa makan). Karena itu Islam tidak hanya mempertimbangkan bentuk suatu tradisi tetapi lebih dari itu yaitu nilai-nilai yang ada di dalam tradisi itu.
Perdebatan itu sudah selayaknya tidak diperpanjang. Biar masyarakat yang menentukan pilihannya. Bagi yang tidak melaksanakannya, asal dia dapat menjaga diri dari apa yang semestinya dijaga melalui khitan, dia diberi kebebasan penuh untuk itu. Sama halnya orang lain juga punya kebebasan untuk mengekspresikan pola keberagamaannya (berkhitan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar