Kamis, 30 Agustus 2012

Berkat Jalinan Cinta Kasih

Setelah Nabi Musa wafat, Nabi Yusya’ membawa Bani Israil ke luar dari kota mereka. Mereka berjalan hingga menyeberangi sungai Yordania. Dan akhirnya mereka sampai di kota Jerica, sebuah kota yang mempunyai pagar dan pintu gerbang yang kuat, bangunan-bangunan yang tinggi, dan berpenduduk padat.
Mereka mengepung kota itu sampai enam bulan lamanya. Setelah dirasa memungkinkan untuk melancarkan serangan, mereka bersepakat untuk melakukan penyerbuan ke dalam kota. Suara pekikan takbir dan tiupan terompet memicu semakin membulatnya semangat mereka, hingga pagar kota yang kokoh itu berhasil mereka robohkan.
Bisa dibayangkan yang terjadi berikutnya; sebuah pertempuran yang sengit tak bisa dihindari. Nabi Yusya’ dan Bani Israil berhasil memenangkan peperangan itu. Sebanyak dua belas ribu pria dan wanita berhasik mereka bunuh. Sejumlah harta rampasan juga berhasil mereka kumpulkan. Setelah peristiwa itu, mereka juga memerangi sejumlah raja yang berkuasa, hingga mereka berhasil mengalahkan sebelas raja dan raja-raja yang berkuasa di Syam.
Dikisahkan, di antara peperangan yang dilakukan oleh Nabi Yusya’ dan Bani Israil, ada yang terjadi pada hari Jumat. Sampai sore hari peperangan belum juga usai, sementara matahari sudah hampir terbenam. Hari Jumat akan berlalu, akan berganti hari Sabtu, di mana pada hari itu, menurut syariat mereka, mereka dilarang melakukan peperangan.
Untuk itu Nabi Yusya’ berkata, “Wahai matahari, sesungguhnya engkau hanya mengikuti perintah Allah, begitu pula aku. Aku berjihad mengikuti perintah-Nya. Ya Allah, tahanlah matahari itu untukku agar tidak terbenam dulu.” Allah kemudian menahan matahari agar tidak terbenam sampai dia berhasil memenangkan peperangan, dan memerintahkan bulan agar tidak menampakkan dirinya.
Kisah ini relevan dengan sabda Nabi, seperti yang diriwayatkan Abu Hurairah, “Sesungguhnya matahari itu tidak pernah bertahan tidak terbenam hanya karena seorang manusia kecuali untuk Yusya’, yaitu pada malam-malam dia berjalan ke Baitul Maqdis (untuk jihad).” (HR. Ahmad)
Dalam riwayat Imam Muslim, Abu Hurairah juga menuturkan bahwa Nabi bersabda, “Ada seorang nabi dari nabi-nabi Allah yang ingin berperang. Dia berkata kepada kaumnya, ‘Tidak boleh ikut bersamaku dalam peperangan ini seorang laki-laki yang telah berkumpul dengan istrinya dan dari itu dia mengharapkan anak tapi masih belum mendapatkannya, begitu pula orang yang telah membangun rumah tapi atapnya belum selesai. Juga tidak boleh ikut bersamaku orang yang telah membeli kambing atau unta bunting yang dia tunggu kelahiran anaknya.’
Nabi itu kemudian berangkat berjihad. Dia sudah berada di dekat daerah yang dituju saat Ashar telah tiba atau hampir tiba. Maka dia berkata kepada matahari, ‘Hai matahari, engkau tunduk kepada perintah Allah dan akupun juga demikian. Ya Allah, tahanlah matahari itu sejenak agar tidak terbenam.’ Maka Allah menahan matahari itu hingga Nabi itu menaklukan daerah tersebut.
Setelah itu balatentaranya mengumpulkan semua harta rampasan di sebuah tempat, kemudian ada patir yang datang menyambar tetapi tidak membakarnya. Lalu Nabi itu berkata, ‘Di antara kalian ada yang khianat, masih menyimpan sebagian dari harta rampasan. Aku harap dari setiap kabilah ada seorang yang bersumpah padaku.’
Mereka kemudian datang satu persatu untuk disumpah. Dan secara tiba-tiba kedua tangan Nabi itu lengket pada tangan salah seorang di antara mereka. Dia kemudian berkata, ‘Di antara kalian ada yang berkhianat, aku minta semua orang di kabilahmu untuk bersumpah.’ Satu persatu dari mereka kemudian disumpah. Tiba-tiba tangan Nabi itu lengket pada tangan dua atau tiga orang. ‘Kalian telah berkhianat,’ katannya pada mereka.
Lalu mereka pun mengeluarkan emas sebesar kepala sapi. Emas itu kemudian dikumpulkan dengan harta rampasan lain yang telah dikumpulkan sebelumnya di sebuah lapangan. Tiba-tiba datanglah api menyambar dan melalapnya. Harta rampasan memang tidak pernah dihalalkan untuk umat sebelum kita. Dan dihalalkan untuk kita karena Allah melihat kelemahan dan ketidakmampuan kita.”
Setelah Baitul Maqdis dapat dikuasai oleh Bani Israil, maka mereka hidup di dalamnya dan di antara mereka ada Nabi Yusya’ yang memerintah mereka dengan kitab Allah, Taurat, sampai akhir hayatnya. Dia kembali ke hadirat Allah saat berumur seratus dua puluh tujuh tahun, dan masa hidupnya setelah wafatnya Nabi Musa adalah dua puluh tujuh tahun.
Salah satu hikmah yang dapat diambil dari kisah di atas adalah bahwa tertahannya matahari untuk tenggelam atas permintaan Nabi Yusya’ tampaknya bukan semata-mata anugerah Allah karena dia telah berjihad di jalan-Nya. Bukankah banyak orang yang tampak berjihat, tetapi doa-doanya terasa hampa!
Tampaknya ada faktor lain yang membuat doa Nabi Yusya’ mudah terkabul, yaitu kedekatannya dengan Tuhan secara spiritual dalam jalinan cinta-kasih. Hal ini yang membuat Tuhan tidak bisa menolak permintaan seorang hamba yang dicintai-Nya itu.
Dalam konteks perjuangan agama saat ini, aspek spiritual ini patut dikaji ulang. Lebih-lebih tingkat kemurnian perjuangan yang masih dalam tanda tanya besar. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar