Dikisahkan,
ada ada seorang lelaki yang sengaja menjumpai Nabi Isa untuk mengutarakan
keinginannya untuk bersahabat dengannya. "Aku ingin sekali bersahabat
denganmu kemana saja kamu pergi," kata lelaki itu. Keianginan kuat lelaki
membuat Isa tak kuasa untuk menolak. "Baiklah kalau demikian." Jawab
Isa.
Pada suatu
hari, mereka berjalan berdua di tepi sungai. Sudah semakin jauh jarak yang
ditempuhnya. Mereka merasa capek, haus dan lapar. Mereka kemudian berhenti
sejenak untuk istirahat. Dikeluarkanlah bekal makanan mereka dan dibagi dua.
Lelaki itu
segera memakan bagiannya. Sementara Nabi Isa turun dulu ke sungai untuk
membasahi tenggorokannya. Sekembalinya dari sungai, ia melihat roti bagiannya
telah lenyap. "Siapa yang telah mengabil sepotong roti bagianku?" tanya
Isa kepada sahabatnya itu. Lelaki itu menjawab, "Aku tidak tahu."
Setelah dirasa
cukup istirahatnya, mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanannya. Nabi Isa
tanpak lemas karena perutnya hanya terisi seteguk air. Tiba-tiba ia melihat seekor
rusa dengan kedua anaknya. Dipanggillah salah satu anak rusa itu untuk
disembelih dan dibakar.
Mereka berdua
kemudian memakan daging anak rusa itu dengan lahap. Setelah dirasa cukup, Nabi
Isa menyuruh anak rusa yang telah dimakan itu supaya hidup kembali. Berkat izin
Allah anak rusa itu pun hidup kembali dan kembali berkumpul dengan induknya.
Nabi Isa kemudian
bertanya kepada sahabatnya itu, “Demi Allah, yang telah memperlihatkan kepadamu
bukti kekuasaan-Nya itu, siapakah yang mengambil sepotong roti bagianku tadi ?"
lelaki itu masih tetap menjawab, "Aku tidak tahu."
Mereka berdua
kemudian meneruskan perjalanannya hingga sampai ke tepi sungai. Lalu Nabi Isa
memegang tangan sahabatnya itu dan mengajaknya berjalan di atas air hingga
sampai ke seberang. Ia kembali bertanya kepada sahabatnya itu, "Demi
Allah, yang memperlihatkan kepadamu bukti kukuasaan-Nya ini, siapakah yang
mengambil sepotong roti tadi ?" lagi-lagi lelaki itu menjawab, "Aku
tidak tahu."
Kemudian mereka
berjalan lagi sampai keduanya berada di hutan. Ketika keduanya sedang duduk
istirahat, Nabi Isa mengambil segumpal tanah, lalu diperintahkan untuk berubah
menjadi segumpal emas. Berkat izin Allah tiba-tiba segumpal tanah itu berubah
menjadi emas.
Nabi Isa
kemudian membagi emas itu menjadi tiga, dan berkata, "Untukku sepertiga,
dan kamu sepertiga, sedang sepertiga ini untuk orang yang mengambil roti."
Lelaki itu kemudian menyahut, "Berarti yang sepertiga lagi ini untukku,
karena akulah yang mengambil roti itu." Kemudian Nabi Isa berkata, "Kalau
begitu, ambillah semua bahagian ini untukmu."
Setelah itu
Nabi Isa meminta untuk berpisah untuk meneruskan perjalanannya sendiri-sendiri.
Tidak lama kemudian lelaki itu didatangi oleh dua orang perampok yang terkenal
sangat kejam. Mereka tak segan membunuh korbannya. Lelaki itu merasa takut,
tapi ia memberanikan diri untuk bernegosiasi, "Apa tidak lebih baik kita
bagi tiga saja emas ini ?" Mereka menyetujuinya.
Salah seorang
di antara mereka disuruh pergi ke pasar untuk berbelanja makanan. Seorang yang
berangkat ke pasar terbersit dalam pikirannya untuk menguasai semua bagian emas
itu. Ia pun bermaksud mencampurkan racun dalam makanan yang akan dibelinya.
Tanpa
disadarinya, kedua orang yang masih tetap tinggal juga punya maksud yang sama. "Untuk
apa kita membagi harta ini, lebih baik jika ia datang, kita bunuh saja, lalu
harta itu kita bagi dua," kata salah seorang dari mereka dan disetujui
oleh yang lain. Ketida seorang yang belanja tadi datang, mereka langsung
menyergap dan membunuhnya. Seusai membunuh, mereka kemudian memakan makanan
yang sudah dibumbui racun. Mereka pun akhirnya mati. Tiga bagian emas itu pun
tergeletak tak bertuan.
Begitulah contoh fitnah yang ditimbulkan oleh
dunia. Manusia dititahkan oleh Allah untuk mengelola dunia ini, bukan untuk
menguasai sepenuhnya. Keinginan untuk menguasai sepenuhnya inilah yang justru
acap kali menimbulkan bencana, baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan,
sesuai dengan garis yang telah diletakkan oleh Allah bahwa semua kejadian di
muka bumi ini memang akibat ulah manusianya sendiri.
Dunia memang
berpotensi untuk membuat orang berlebihan dalam ketertarikannya. Hal inilah
yang menjadi pangkal timbulnya sikap rakus. Jika orang sudah terjangkit
penyakit ini maka ia akan melakukan segala macam cara untuk mendapatkan apa
yang dia inginkan, termasuk dengan cara membunuh dan merusak.
Allah
memerintahkan manusia untuk mengatur dunia ini, bukan memilikinya secara utuh.
Makanya Allah menyebut perintah ini dengan sebutan khalifah (khilafah)
bukan malik (mamlakah). Manusia punya tanggungjawab penuh untuk
melaksanakannya sesuai dengan garis yang telah diletakkan oleh Allah
(syari’ah). Dengan demikian, semua kejadian penyimpangan menjadi tanggungjawab
penuh manusia, termasuk akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar