Kamis, 14 November 2013

Nilai Sedekah di Hari Asyura

Kemarin (14/11) merupakan hari kesepuluh bulan Muharram menurut kalender Hijriyah atau yang lebih dikenal dengan sebutan “asyura.” Dalam rentang sejarah manusia, hari itu memiliki keistimewaan yang cukup besar. Tidak heran jika semua penganut agama-agama samawi, termasuk Islam, memasukkannya dalam daftar hari-hari istimewa yang harus diperingati dengan serangkaian ibadah.
Anjuran bentuk ibadah yang utama yang diberikan oleh Nabi kaitannya dengan peringatan hari Asyura adalah berpuasa dan melapangkang nafkah untuk keluarga. Dan saat ini bentuk ibadah itu berkembang hingga dalam bentuk pemberian santunan kepada kaum dhuafa’ terutama anak yatim. Bahkan ada banyak kalangan yang mengharapkan hari itu menjadi “hari anak yatim.”
Terkait dengan perkembangan bentuk ibadah terdapat kontroversi; ada yang menganggapnya sebagai fadla’il al-‘a’mal (mengambil keutamaan dalam beramal), apalagi amalan yang dilakukan termasuk dalam kategori ibadah sosial. Tetapi tidak sedikit pula yang menggolongkannya sebagai bentuk bid’ah yang wajib dijauhi bagi orang menginginkan berislam secara murni.
Mari kita tinggalkan kontroversi itu dan kembali pada keutamaan hari Asyura. Di dalam kitab Irsyad al-‘Ibad Ila Sabilal-Rasyad karya Zainuddin Ibnu Abdul Aziz al-Malibari, kitab yang banyak dikaji terutama di pesantren-pesantren salaf, dituturkan sebuah kisah tentang Athiyah bin Khalaf.
Diceritakan dia adalah seorang penduduk Mesir yang berprofesi sebagai pedagang kurma. Dia termasuk orang yang kaya raya. Dia sempat mendapatkan kekayaan yang melimpah dari profesinya itu.tetpi karena suatu hal dia jatuh miskin. Dia tidak punya apa-apa kecuali pakaian yang melekat di badan untuk menutupi auratnya.
Ketika hari Asyura datang, dia melakukan shalat shubuh di Masjid Amru bin Ash. Setiap hari Asyura masjid itu penuh dengan orang-orang yang ingin memanjatkan doa, termasuk para wanita. Di hari-hari biasa masjid itu dinyatakan tertutup bagi kaum wanita.
Seperti jama’ah yang lain, Athiyah beri’tikaf dan berdoa. Dia mengambil tempat yang terpisah dari kaum wanita. Tetapi tiba-tiba datang kepadanya seorang wanita bersama anak-anak yang masih kecil.
Wanita itu berkata: “Wahai tuan, aku minta kepadamu, demi Allah, semoga tuan bisa meringankan kesulitanku dan rela memberikan sesuatu yang bisa kugunakan untuk memenuhi kebutuhan makan anak-anak ini. Bapak mereka telah meninggal. Dia tidak meninggalkan satu apapun untuk mereka. Aku adalah Syarifah. Aku tidak tahu siapa yang aku tuju.
Aku tidak keluar kecuali hari ini, itupun karena keterpaksaan yang mendorongku untuk mengorbankan diri. Dan itu bukan merupakan kebiasanku.”
Athiyah terharu terhadap keluhan wanitaitu. Dia berkata dalam hatinya: “Aku tidak mempunyai apa-apa. Tidak ada milikku keculai baju ini. Jika aku lepas akan terbukalah tubuhku. Tetapi jika wanita ini aku tolak, alasan apakah yang akan aku kemukakan pada Rasulullah.”
Di tengah kebingungannya, Athiyah berkata kepada wanita itu: “Mari ikut aku ke rumahku. Aku akan memberimu sesuatu.”
Wanita itu pun mengikuti ajakan Athiyah. Sesampai di rumahnya, Athiyah memintanya menunggu di depan pintu,  sementara dia masuk ke rumah untuk melepas bajunya. Dengan mengenakan sarung lusuh dia kembali menemui wanita itu dari balik pintu untuk memberikn baju yang dilepasnya tadi kepada wanita itu.
Wanita itu menerimanya dengan mendoakan Athiyah: “Semoga Allah memberikan pada tuan pakaian-pakaian surga dan tuan tidak akan membutuhkan kepada orang lain selama hidup tuan.”
Athiyah merasa senang dengan doa wanita itu. Dia kemudian menutup pintunya. Dia tidak keluar rumah lagi karena sibuk berdzikir hingga larut malam dan tertidur. Di dalam tidurnya dia bermimpi melihat bidadari, belum pernah dia melihat seorang wanita yang lebih cantik darinya. Tangan wanita itu memegang buah apel yang bau harumnya semerbak ke sekitarnya, seolah mengharumkan seluruh antara langit dan bumi.
Wanita itu membrikan buah apel tersebut kepada Athiyah. Ketika apel itu dibelah, darinya keluar pakaian dari pakian surga yang tidak terbanding dengan pakaian di dunia. Wanita itu meminta izin kepada Athiyah untuk mengenkan pakaian itu pada tubuhnyanya. Sebelum kemudian wanita itu duduk manja di pangkuan Athiyah.
Athiyah lantas bertanya: “Siapakah kamu ini?” “Aku adalah 'Asyura, istrimu di surga,” jawab bidadari itu. “Dengan amal apa hingga aku memperoleh kemuliaan seperti ini?” tanya Athiyah. Bidadari itu menjawab: “Dengan seorang janda miskin, dan anak-anak yatim yang kemarin engkau telah berbuat baik kepada mereka.”
Kemudian Athiyah terbangun, dan dia sangat senang yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, sementara tempat dimana dia berada semerbak dari bau wanginya. Dia kemudian mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat dua rakaat sebagai tanda rasa syukurnya kepada Allah.
Seusai shalat, dia mengangkat pandangannya ke langit seraya berdoa: “Wahai Tuhanku. Apabila mimpi dalam tidurku itu benar dan bidadari dalam mimpiku itu adalah istriku di surga, maka matikanlah aku saat ini juga untuk bertemu dengan-Mu.” Belum usai doa dipanjatkan, Allah menyegerakan ruh Athiyah ke surga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar