Biasanya
orang sangat bersemangat saat menceritakan keberhasilannya dalam suatu usaha.
Tetapi ia meratap jika usahanya itu gagal. Sikap seperti ini sudah umum, bahkan
dapat dibilang lumrah. Padahal kalau diamati secara jernih belum tentu
keberhasilan itu merupakan suatu rahmat. Sebaliknya kegagalan itu merupakan
suatu cobaan atau azab.
Orang
acap kali menggunakan materi duniawi sebagai parameter rahmat atau ujian. Nabi
pernah menyabdakan bahwa kekayaan itu bukan terletak pada tumpukan kekayaan
tetapi pada kelapangan hati. Sabda ini sekaligus dapat menunjukkan bahwa
parameter rahmat atau unjian itu juga pada hati.
Tegasnya,
hati yang sadar akan memahami bahwa apa yang diterimanya dari Tuhan itu
merupakan rahmat atau ujian. Bahkan kadang hati tidak mempedulikan antara
keduanya karena keduanya membutuhkan kesabaran meski mungkin kadar kesabarannya
berbeda karena terkait dengan kecenderungan manusia pada hal-hal material
(nafsu).
Orang
yang telah memiliki kejernihan hati, ia tidak akan pernah mengeluh. Justru ia
banyak bersyukur karena segala yang diterimanya, baik berupa rahmat atau ujian,
disikapi dengan pikiran positif.
Dikisahkan,
dalu ada seorang yang bernama Abu Hassan yang pergi haji ke Makkah. Saat wuquf
di padang Arafah ia melihat seorang wanita yang berparas cantik dan menawan. Ia
menggumam, “Demi Allah, selama ini aku belum pernah melihat wajah secantik dan
semenawan ini. Mungkin wajah seperti ini hanya dimiliki oleh orang yang tidak
pernah mengalami kesusuhan dan kesedihan. “
Gumaman
Abu Hasan sabar terdengar wanita itu. “Apa Apakah katamu, hai saudaraku?” Tanya
wanita itu kepada Abu Hasan. Tanpa menunggu jawaban Abu Hasan wanita itu
kemudian menjelaskan, ”Demi Allah aku telah diseliuti rasa duka cita yang
teramat dalam. Mungkin hanya aku yang mengalaminya di dunia ini.”
“Apa
yang membuatmu bersedih?” Tanya Abu Hassan. Wanita itu kemudian mengisahkan
bahwa dulu ia hidup bahagia bersama suami dan dua orang anaknya, anak
yang pertama sudah seusia TK dan yang kedua masih balita.
Pada
suatu hari ketika suaminya sedang menyembelih kambing kurban, dan dia sendiri
sedang menyiapkan makanan di dapur, dia dikejutkan oleh ajakan anak pertamanya
kepada adiknya; “Dik, kamu mau kakak tunjukkan cara ayah menyembelih kambing?”
Si adik yang masih lugu pen mengiyakan.
Lalu
si kakak menyuruh adiknya tidur berbaring dan menyembelih leher adiknya itu.
Darah segar memucrat setelah pisau dapur yang dia pegang mengiris kulit leher
adiknya. Pemadangan itu membuatnya takut, hingga ia lari kea rah bukit dan tak
pernah kembali lagi. Diperkirakan anak itu telah tewas diterkam srigala.
Suaminya
kemudian pergi mencari anak itu. Ia pun tak pernah kembali lagi. Mungkin ia
juga diterkam srigala atau mati kehausan. Di saat yang sama anaknya yang kedua
merangkak ke tepi periuk yang berisi air panas, ditariknya periuk tersebut dan
air panas pun tumpah mengguyur sekujur tubuhnya. Ia pun jatuh pinsan dan
kemudian meninggal dengan tubuh melepuh.
“Sejak
saat itu aku hidup sebatang kara hingga saat ini.” Tegas wanita itu mengakhiri
ceritanya. Abul Hassan lalu bertanya, “Bagaimana bias sabar menghadapi semua
musibah yang sangat berat itu ?”
Wanita
itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan
mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berbeda.
Sabar adalah dengan memperbaiki yang nampak mata karena itu merupakan hal yang
baik dan terpuji. Sedang mengeluh hanya akan memperparah kondisi dan tidak akan
mengembalikan semua yang telah hilang.”
Setiap
orang memang cenderung suka mengeluh. Tuhan sendiri telah menyatakan hal ini di
dalam Alquran. Tetapi itu suatu kebiasaan buruk yang dimiliki manusia dan jelas
tidak disukai-Nya. Untuk itu Tuhan memberi balasan yang amat besar bagi siapa
pun yang mau bersabar, sebagaimana disabdakan Nabi dalam satu hadis qudsi,
“Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang mukmin, jika Aku ambil kekasihnya dari
ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan surga.”
Sebaliknya
Tuhan sangat membeci sikap mengeluh, sebagaimana sabda Nabi, “Ada tiga macam
tanda kekafiran terhadap Allah, yaitu merobek baju, mengeluh dan menghina nasab
orang.”
Begitulah
contoh orang yang mampu bersabar dan mampu membedakan antara kesabaran dan
keluhan. Bukahkah sekarang banyak orang yang ingin menunjukkan sikap sabarnya
dalam menghadapi ujian dari Allah, tetapi hal itu ditunjukkan dengan
mengungkapkan ujian yang sedang atau telah dihadapinya dengan nada keluhan,
seolah ia telah atau sedang benar-benar hancur tapi ia tetap mampu bertahan!!!.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar