Pada suatu kesempatan Nabi menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa "Agama
itu nasehat." Mereka bertanya, “Untuk siapa?” Ia menjawab, “Untuk Allah, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan mereka secara umum."
Tampaknya jawaban Nabi ini dapat dipahami secara jelas untuk
dua objek yang terakhir, tetapi untuk tiga objek yang pertama mungkin masih
samar bagi sebagian umat Islam. Karenanya, hampir setiap ahli hadits memberikan
penjabaran. Kalau makna nasehat adalah mengharapkan kebaikan pada orang lain,
maka bagaimana mungkin hal itu diharapkan pada ketiga objek tersebut. Hal ini
benar, tetapi yang patut diingat adalah adanya implikasi kebaikan bagi yang memberi
nasehat baik secara langsung atau tidak. Implikasi inilah yang sesungguhnya
ditekankan pada nasehat di sini.
Pertama,
nasehat untuk Allah. Nasehat ini diartikan sebagai suatu sikap
iman secara jujur kepada-Nya melalui informasi dari Kitab maupun dari Nabi-Nya,
kesediaan untuk menghambakan diri (beribadah) kepada-Nya secara tulus (ikhlas),
patuh terhadap seluruh perintah dan larangan-Nya, serta mencintai dan membenci segala
apa yang dicintai dan dibenci-Nya.
Pengertian seperti ini dapat ditemukan dalam penafsiran al-Qurtubi tentang
pernyataan Tuhan mengenai persoalan ini dalam surat At-Taubah ayat 91. Dia
menyatakan bahwa "nasehat untuk Allah adalah sikap memurnikan keyakinan
tentang keesaan-Nya, memberi sifat kepada-Nya sifat-sifat ketuhanan (uluhiyah),
dan mensucikan-Nya dari segala kekurangan serta mencintai apa saja yang
dicintai-Nya dan menjauhi apa saja yang dibenci-Nya"
Kedua, nasehat untuk kitab-kitab-Nya (bagi umat Islam adalah al-Qur’an).
Yaitu meyakini bahwa ia merupakan kalam Allah (bukan makhluk),
yang diwahyukan kepada Nabi melalui Jibril, dengan berbahasa Arab, dan
berfungsi sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, sebagaimana penegasan-Nya.
Arti ini merujuk pada firman Allah "Dan sesungguhnya al-Qur’an ini
benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Ia dibawa oleh Jibril (al-ruh
al-amin) ke dalam hatimu agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan
bahasa Arab yang jelas."
Al-Qur’an adalah risalah yang disampaikan oleh Nabi kepada umatnya. "Wahai
Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu." Ia
juga merupakan kalam Allah, sebagaimana hadits dari Jabir yang diriwayatkan
oleh al-Bukhari tentang suatu saat Nabi menyodorkan dirinya kepada orang yang
pulang haji: "Adakah seorang yang akan membawaku kepada kaumnya, sebab
orang Quraisy telah melarangku untuk menyampaikan kalam Tuhanku."
Ketiga, nasehat bagi rasul-rasul-Nya. Yaitu membenarkan kenabiannya, selalu
taat kepadannya kaitannya dengan larangan dan perintahnya, mencintai orang yang
mencitainya dan membenci orang yang membencinya, menghormatinya, mencintainya
dan keluarganya, mengagungkannya, dan menghidupkan sunahnya dengan pempelajari,
memahami, membela, dan menyebarkannya.
Keempat, nasehat bagi para pemimpin kaum muslimin. Maksudnya
adalah membantu mereka dalam menjalankan kepemimpinannya, mengingatkannya jika mereka
melakukan kesalahan, mendukungnya jika mereka berada pada jalur kebenaran, selalu
mendukungnya selain pada kezaliman, berupaya mengembalikan dukungan dari
orang-orang yang sempat menjauh darinya, dan nasehat terbesar bagi mereka
adalah menyelamatkannya dari kezaliman dengan cara yang baik.
Senada dengan pengertian ini, al-Qurtubi menjelaskan bahwa yang dimaksud
nasehat ini adalah "tidak memberontak kepada mereka, membimbingnya pada
kebenaran, mengiatkannya tentang urusan kaum muslimin yang dilalaikannya, tetap
taat kepadanya dan memberikan hak-haknya." Al-Hafidh Ibnu Rajab menambahinya
dengan sikap "mencintai kebaikan, kecerdasan, dan keadilan mereka,
mencintai upayanya untuk menjaga kesatuan umat di bawah kepemimpinannya, membencinya
kalau umat ini terpecah belah di bawah kepemimpinannya, mengingatkannya agar
tetap menjadi orang yang beragama dengan taat, membenci orang-orang yang bersikap
memberontak kepadanya, dan mencintai kemulaannya dalam urusan taat kepada
Allah.”
Dan kelima,
nasehat bagi kaum muslimin. Maksudnya adalah tidak
memusuhi mereka, mencintai orang shalih di antaranya, dan selalu berupaya agar
mereka mendapat kebaikan. Imam Muhyiddin al-Nawawi memaksudkan nasehat ini
berupa “membimbing kaum muslimin demi kebaikan di dunia dan akhirat, tidak
mengganggu mereka, mengajarkan kepadanya tentang persoalan agama yang belum diketahuinya
baik melalui ucapan maupun amalan, menutup aurat mereka, menghadang hal-hal
yang membahayakan bagi mereka, mengusahakan agar mereka selalu mendapat
kebaikan, menyeruhnya kepada yang ma'ruf, mencegahnya dari yang munkar dengan ketulusan
dan kasih sayang, menyayanginya, menghormati yang tua dari mereka, menyayangi
yang muda, selalu menasehati mereka, tidak menipunya, tidak dengki kepadanya,
mencintai segala kebaikan yang dicintainya, membenci segala keburukan dan
kejahatan yang dibencinya, membela harta dan kehormatan mereka, menganjurkannya
untuk menjadikan segala kebaikan yang telah disebut sebagai akhlaknya, serta
mendorongnya agar selalu melakukan amalan-amalan taat."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar