Kamis, 03 Juli 2014

Tiga Pilar Ibadah

Hubungan antara manusia dengan Allah sejatinya adalah hubungan antara raja (al-malik) dan hamba (al-’abd). Raja memiliki hak penuh untuk melakukan apa saja sesuai kehendanya. Sedangkan hamba harus mmemberikan seluruh hidupnya untuk mengabdi kepada raja.
Hubungan ini dibuktikan dengan fungsi utama penciptaan manusia, yaitu hanya untuk beribadah (mengabdi) kepada Allah (QS. 51:56). Istilah ’ibadah, dengan demikian, digunakan untuk menyebut fungsi utama manusia kaitannya dengan hubungannya dengan Allah tersebut.
Pengabdian kepada Allah merupakan pengabdian secara menyeluruh. Mencakup dimensi lahiriyah maupun batiniyah. Tegasnya, seluruh pekerjaan manusia merupakan manifestasi pengabdiaanya (ibadah) kepada Allah, baik pekerjaan dalam bentuk ’ibadah mahdlah (ritual) maupun berkaitan dengan hubungan dengan sesama manusia (mu’amalah).
Terdapat tiga pilar yang harus diperhatikan manusia untuk memaksimalkan fungsi utama penciptaannya tersebut, yaitu rasa hubb (cinta), khauf (takut), dan raja’ (harap). Hanya dengan menyeimbangkan ketiga pilar tersebut manusia akan mampu melakukan ibadah secara sempurna.
Pertama, rasa cinta merupakan pilar paling penting, karena hanya rasa cinta yang mampu menjadi motivasi terbesar bagi manusia untuk melakukan apa saja. Seseorang bisa melakukan suatu pekerjaan yang besar dan tidak rasional sekalupun hanya untuk memikan hati kekasihnya.
Bagi orang mukmin, cinta terbesarnya karus diberikan kepada Allah. Kemudian diberikan kepada Nabi-Nya, dan baru kemudian diberikan kepada yang lain, seperti orang tua, suami/istri, anak, dll. Urutan cinta seperti ini, sebagaimana diungkapkan Nabi, sekaligus merupakan tanda sempurna atau belumnya iman seseorang.
Cinta kepada Allah diwujudkan dalam bentuk cinta kepada Nabi. Dan cinta kepada Nabi dibuktikan dengan menjalani hidup sesuai dengan ajarannya dan meneladani seluruh akhlaknya. Allah berfirman, “Katakanlah (wahai muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3:31).
Kedua, rasa takut akan mendorong manusia untuk berupaya maksimal agar terhindar dari adzab dan murka Allah. Rasa takut inilah yang mampu menjaga konsistensi keimanan dan ibadah manusia. Pun dengan rasa takut ini manusia mampu mengendalikan diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat.
Allah telah membuat aturan-aturan bagi manusia. Setiap aturan memiliki konsekuensinya sendiri-sendiri. Manusia juga telah diberi perangkat untuk membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Mampukah rasa takutnya menjadi pendorong kuat baginya untuk tunduk dan patuh pada aturan-aturan tersebut. Semua tergantung pada manusia sendiri.
Ketiga, rasa harap. Harapan yang terbesar bagi manusia adalah dapat meraih kebahagiaan dan ketenangan batin baik di dunia maupun di akhirat kelak. Sudah tentu harapan terhadap kemewahan fisik duniawi bukan menjadi fokus utama. Yang utama adalah harapan terhadap kerelaah (ridla) Allah.
Harapan duniawi, seperti jabatan, harta, popularitas, dan lain-lain, hanya sekedarnya saja. Dikatakan demikian, karena ketertarikan manusia pada dunia merupakan kewajaran. Yang terpenting adalah menyikapi dunia agar memiliki peran besar untuk memperoleh akhirat yang lebih baik. Sikap seperti ini yang oleh Nabi dikatakan ”dunia sebagai cermin akhirat.”
Harapan paling besar bagi manusia adalah memperoleh kasih sayang dan kerelaah Allah. Dia akan mampu memperbesar harapannya ini, bahkan mungkin mampu meraihnya, jika dia mampu memperbesar rasa cinta dan takut kepada Allah.
Idealnya memang ketiga pilar tersebut harus menyertai seluruh aktivitas manusia setiap hari dan setiap saat. Sesuai dengan konsep ibadah atau pengabdian yang mencakup bentuk ritual dan mu’amalah. Meraih yang ideal ini merupakan satu keharusan bagi setiap muslim dan mukmin, sehingga kelak mereka akan mampu menghadap Allah dalam kondisi sebagai manusia sempurna (insan kamil).
Di samping itu, kadar ketiga pilar itu juga harus seimbang. Kedudukan ketiga pilar tersebut tak ubahnya kedudukan seekor burung, dimana rasa takut dan harap sebagai kedua sayapnya dan rasa cinta sebagai kepalanya. Burung tidak akan dapat terbang sempurna jika salah satu sayapnya koyak. Pun apabila kepalanya sakit.
Rasa takut yang berlebihan akan menyebabkan cepat putus asa, sedangkan rasa takut yang rendah akan mudah mengelincirkan pada kemaksiatan. Rasa harap juga demikian, jika berlebihan maka dapat menyebabkan mudah berlaku maksiat dan jika rendah maka akan mudah putus asa. Sedangkan rasa cinta menjadi pendorong utama untuk melakukan setiap pekerjaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar