Barakah (dalam kosa kata kita menjadi
berkah) berarti kebaikan. Dalam konteks
teologis kata ini diartikan kebaikan Tuhan. Al-Raghib
al-Asfihani mengartikan barakah yaitu tetapnya kebaikan Allah terhadap sesuatu.
Kata barakah merupakan akar kata tabarruk
yang berarti mencari berkah. Tabaruk menjadi sangat penting, menurut Islam,
karena pada hakekatnya tidak ada yang mampu memberi kebaikan kepada manusia dan
seluruh makhluk selain Allah.
Kebaikan dalam bentuk rizki
yang cukup, kemampuan untuk menyelesaikan masalah, kesembuhan dari derita
sakit, dan lain-lain merupakan berkah Allah yang disediakan bagi manusia. Siapa
saja boleh memintanya, bahkah Allah sendiri telah menganjurkan untuk memintanya
(berdoa).
Soal media (tawasul) bisa
dalam bentuk apa saja. Yang penting tidak mengesampingkan kayakinan bahwa hanya
Allah yang mampu memberi berkah. Hadis riwayat Imam Bukhari dari Ibnu Masiud
berikut dapat dijadikan gambaran tentang hal ini.
Ibnu Mas’ud berkata: Kami
bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan. Ketika itu persediaan air sedikit.
Maka beliau bersabda : “Carilah sisa air!” Para shahabat pun membawa bejana
yang berisi sedikit air. Lalu Rasulullah memasukkan tangan beliau ke dalam
bejana tersebut seraya bersabda : “Kemarilah kalian menuju air yang diberkahi
dan berkah itu dari Allah.” Sungguh aku (Ibnu Mas’ud) melihat air terpancar di
antara jari-jemari Rasulullah.
Mengharapkan berkah Allah juga bisa dengan
menggunakan ucapan atau bacaan yang bernilai dzikir (menyebut dan mengingat)
kepada Allah. Sebagaimana dapat dipahami dari sebuah hadis yang cukup panjang
yang diriwayatkan Abu Hurairah.
Rasulullah pernah bersabda: Sesungguhnya
Allah memiliki para Malaikat yang biasa berkeliling di jalan mencari
orang-orang yang berdzikir. Jika mereka mendapatkan suatu kaum yang berdzikir
kepada Allah, mereka pun saling memanggil: “Kemarilah pada apa yang kalian cari
(hajat kalian).”
Maka para Malaikat pun
menaungi mereka dengan sayap mereka sampai ke langit dunia. Lalu Allah bertanya
kepada para Malaikat itu sedangkan Allah Maha Tahu : “Apa yang diucapkan para
hamba-Ku?” Para Malaikat menjawab : “Mereka bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan
memuji Engkau.” Allah bertanya : “Apakah mereka melihat Aku?” Para Malaikat
tersebut menjawab : “Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat Engkau.”
Allah bertanya lagi :
“Bagaimana sekiranya jika mereka melihat Aku?” Para Malaikat menjawab :
“Sekiranya mereka melihat Engkau, niscaya mereka tambah bersemangat beribadah
kepada-Mu dan lebih banyak memuji serta bertasbih kepada-Mu.” Allah bertanya :
“Apa yang mereka minta?” Para Malaikat menjawab : “Mereka minta Surga
kepada-Mu.”
Allah bertanya : “Apakah
mereka pernah melihat Surga?” Para Malaikat menjawab : “Sekiranya mereka pernah
melihatnya, niscaya mereka lebih sangat ingin untuk mendapatkannya dan lebih
bersungguh-sungguh memintanya serta sangat besar keinginan padanya.” Allah
bertanya : “Dari apa mereka minta perlindungan?” Para Malaikat menjawab : “Dari
neraka.”
Allah bertanya : “Apakah
mereka pernah melihatnya?” Para Malaikat menjawab : “Tidak, demi Allah, mereka
belum pernah melihatnya.” Allah bertanya : “Bagaimana kalau mereka melihatnya?”
Para Malaikat menjawab : “Seandainya mereka melihatnya, niscaya mereka tambah
menjauh dan takut darinya.” Allah berfirman : “Aku persaksikan kepada kalian
bahwa Aku telah mengampuni mereka.”
Seorang di antara Malaikat
berkata : “Di antara mereka ada si Fulan yang tidak termasuk dari mereka
(orang-orang yang berdzikir), dia hanya datang karena ada keperluan.” Allah
berfirman : “Tidak akan celaka orang yang duduk bermajelis dengan mereka
(majelis dzikir).”
Dari hadis ini diketahui
betapa besar berkah dzikir, ia mengandung pengampunan dosa dan jaminan masuk surga
bukan hanya bagi orang yang berdzikir saja, tetapi juga mencakup orang yang
duduk bersama mereka. Di sinilah pentingnya majlis-majlis dzikir, yaitu
mengharapkan berkah Allah yang diturunkan melalui majlis itu.
Permohonan apapun yang dipanjatkan orang yang
berdzikir akan dikabuklah Allah, sebagaimana penjelasan Nabi dalam hadis di
atas. Kenapa bisa demikian? Sebab dalam dzikir terkandung suatu kesadaran
manusia tentang keberadaannya sebagai makhluk yang lemah, ia tidak mampu
berbuat apa-apa jika tanpa pertolongan Allah.
Karena ini, tidak heran jika sahabat Umat bin
Khattab selalu menganjurkan berdzikir kepada siapa saja yang meminta doa
kepadanya. Orang yang datang kepadanya untuk memohon doa agar segera turun hujan,
Umar menyarankan untuk memperbanyak dzikir. Saran yang sama pun diberikan
kepada orang yang mengeluh soal jodoh bagi putrinya, sakit yang tidak
sembuh-sembuh, kondisi ekonomi yang sulit, dll. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar