Jumat, 28 Desember 2012

Refleksi Kasus Intoleransi


Salah satu hal yang patut disyukuri di penghujung akhir tahun ini adalah tidak terjadinya kasus intoleransi di negeri ini. Tidak seperti pada beberapa tahun sebelumnya yang selalu diwarnai kasus intoleransi terutama pada saat peringatan Natal bagi kaum Kristiani. Meski sepanjang tahun ini, menurut catatan lembaga pemerhati hak asasi manusia Setara Institute, seperti dilansir oleh BBC-Indonesia.com (17/12/2012), terdapat 264 peristiwa dan 371 tindakan. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2011, yang tercatat 244 peristiwa dan 299 tindakan.
Peningkatan itu juga dibarengi dengan beberapa perbedaan, kalau tidak peningkatan, penyebaran intoleransi. Jika sebelumnya banyak dilakukan oleh ormas atau lembaga-lembaga tertentu, maka pada tahun ini sudah dilakukan secara individe atau perseorangan.
Lepas dari angka-angka yang menyulut munculnya beragam komentar dan sanggahan tersebut, yang jelas kasus intolerasi menjadi tanggungjawab bersama untuk segera dikikis, sehingga kebhinekaan bangsa ini benar-benar terwujud.
Bagi Islam, cukup banyak dasa-dasar tekstual yang menyerukan kepada umatnya untuk bersikap toleran terhadap umat lain. Nabi sendisi juga telah member teladan tentang perilaku toleran. Salah satu contohnya adalah sebuah perjandian yang dibuat Nabi Muhammad dan umat Kristen di Gunung Sinai. Isi perjanjianan itu adalah sebagai berikut:
"Ini adalah pesan dari Nabi Muhammad bin Abdullah, sebagai perjanjian terhadap kaum Kristiani, bahwa kami bersama mereka di manapun mereka berada. Sesungguhnya, aku, para pelayan dan pembantuku serta para pengikutku akan membela mereka, karena umat Kristen juga anggota masyarakatku: Demi Tuhan, aku akan melepaskan segala hal yang tidak menyenangkan mereka. Tidak ada paksaan bagi mereka,....”
Tak seorangpun boleh menghancurkan rumah ibadah mereka, merusak atau mengambil sesuatu dari tempat itu ke rumah-rumah orang Islam. Jika ada yang melakukannya, maka orang itu merusak perjanjiannya dengan Tuhan dan ingkar pada Nabinya. Sesungguhnya, mereka adalah sahabat-sahabatku dan mendapatkan perlindunganku dari segala yang mereka benci. Tak seorangpun yang akan memaksa mereka pergi atau mewajibkan mereka berperang. Umat Islam akan berperang untuk mereka...gereja -gereja mereka akan dihormati, Tak satupun negara (Islam) boleh melanggar perjanjian ini hingga hari akhir."
Suatu saat ada utusan umat Kristen dari Najran datang untuk bertemu Nabi, beliau membolehkan utusan itu untuk masuk ke masjid dan mengizinkan untuk berdoa di masjid itu sesuai keyakinan mereka. Mereka juga ditawari Nabi untuk menyepakati perjanjian yang sama seperti di atas.
Nabi juga menerima tamu dari umat non muslim yang ingin meminta bantuan untuk menyelesaikan pertikaian yang terjadi di antara mereka. Dan ketika Nabi harus mengambil keputusan yang terkait dengan pertikaian antara umat Islam dan non muslim, beliau selau merujuk ke Alqur’ann dan tidak pernah membuat perbedaan atas dasar agama yang mereka anut.
Pola toleran Nabi ini diteruskan oleh khalifah penerusnya. Kalifah Umar bin Khattab misalnya, ketika beliau menaklukkan Yerusalem pada tahun 638 M. Dia mendeklarasikan bahwa mereka akan melindungi harta benda, anak-anak, gereja dan semua yang menjadi milik penganut umat Kristen.
Bahkan ketika kekhalifahan Islam telah menyebar ke luar wilayah Arabia, sikap toleran masih dijunjung tinggi. Ekspansi kekhalifahan Islam ke Siria, Mesir, Spanyol, Persia, Asia, dan ke seluruh dunia dilakukan melalui jalan damai. Ekspansi itu sama sekali tidak diwarnai pemaksaan suatu kaum atau bangsa untuk memeluk Islam.
Memang di beberapa kasus terjadi peperangan dalam ekspansi tersebut, namun peperangan itu dilakukan hanya sebagai pembelaan agar Islam tidak mengalami kekalahan. Peperangan itu sama sekali bukan dimaksudkan untuk memaksakan keyakinan, tetapi lebih merupakan ekses politik sebagai konsekuensi sebuah pendudukan.
Justru dengan sikap kekhalifahan Islam yang seperti ini Islam dapat berkembang dengan cepat hingga mencapai kejayaannya, tidak hanya di bidang pemerintahan, tetapi juga di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat itu.
Sampai di sini patut kiranya dikemukakan ungkapan jujur kalau tidak kesaksian seorang Yahudi bernama Max I. Dimon menyatakan bahwa “salah satu akibat dari toleransi Islam adalah bebasnya orang-orang Yahudi berpindah dan mengambil manfaat dengan menempatkan diri mereka di seluruh pelosok Empirium Islam yang amat besar itu. Lainnya ialah bahwa mereka dapat mencari penghidupan dalam cara apapun yang mereka pilih, karena tidak ada profesi yang dilarang bagi mereka, juga tak ada keahlian khusus yang diserahkan kepada mereka”.
Pengakuan seorang Yahudi di Spanyol ini sungguh sangat tepat. Dia bahkan menyatakan bahwa dalam peradaban Islam, masyarakat Islam membuka pintu masjid, dan kamar tidur mereka, untuk pindah agama, pendidikan, maupun asimilasi. Orang-orang Yahudi tidak pernah mengalami hal yang begitu bagus sebelumnya.
Kembali pada kasus intoleransi di negeri ini, tampaknya di beberapa kasus yang terjadi mengindikasikan bukan murni semata-mata kasus benturan antara agama atau antar umat beragama, tetapi lebih merupakan ekses dari pertarungan politik yang melibatkan agama. Dan tampaknya juga pelibatan ini akan sia-sia jika para tokoh dan pemuka agama tidak menudukung gerakan pelibatan tersebut.
Untuk itu, harapan umat kepada para pemuka agamanya adalah bersikap ariflah dalam mengarahkan langkah umat, sehingga mereka tidak terjebur dalam kubangan konflik atau tindak kekerasan atas nama agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar