Kamis, 04 September 2014

Memperlakukan Hati



Ingatlah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, baiklah seluruh anggota tubuh dan apabila ia buruk, buruk pulalah seluruh tubuh manusia. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati
Hadis Nabi sesuai riwayat Imam Bukhari dan Muslim ini menunjukkan pentingnya kedudukan hati bagi manusia. Hati memiliki kaitan erat dengan keadaan baik atau buruk manusia. Karenanya, sangat dirasankan kepada manusia agar memperlakukan hatinya dengan sebaik-baiknya, sehingga dia dapat menjaga perilakunya hanya pada koridor baik.
Paling tidak ada lima hal yang patut diperhatikan dalam memperlakukan hati. Pertama, hati harus dibuka. Yaitu membuka hati untuk menerima segala hal yang baik agar hati tetap baik, bersih, dan bersinar. Menutup hati dari kebaikan sama saja dengan menjerumuskan diri ke dalam jurang kenistaan. Alquran menggolongkan orang yang menutup hatinya dalam kelompok kafir (QS Al-Baqarah [2]:6-7).
Hati mereka tidak tersentuh sedikit pun oleh peringatan dan petunjuk, bahkan keburukan yang ada di dalam hatinya juga tidak bisa keluar. Dalam hati kecilnya yang fitri mereka sangat mungkin memahami sekaligus menyadari yang baik dan buruk, tetapi ketertutupan hatinya telah membuat mereka untuk enggan menjauhkan diri dari yang buruk dan mendekati yang baik.
Kedua, hati harus dibersihkan. Hati juga bisa kotor seperti halnya badan dan benda-benda, namun kotornya hati bukan karena debu melainkan karena karena adanya sifat-sifat yang menunjukkan kecenderungan pada hal-hal yang buruk.
Sifat dasar hati sebenarnya bersih. Ia bisa menjadi kotor jika kotoran yang menempel padanya dibiarkan hingga mengerak. Sehingga sensifitasnya terhadap keburukan dan dosa menjadi lemah dan mudah menggerakkan tubuhnya untuk mengerjakan yang buruk-buruk.
Ketiga, hati harus dilembutkan. Kelembutan hati amat penting untuk dimiliki. Dalam konteks sosial hati yang lembut dapat memperbaiki hubungan seseorang dengan sesamanya. Orang yang berhati lembut akan selalu memandang dan menyikapi orang lain dengan sudut pandang kasih sayang, sehingga dia amat ringan tangan untuk membantu orang lain yang sedang tertimpa kesusahan.
Terhadap orang yang jahat sekalipun dia selalu bersikap lembut. Dia tidak berusaha menjauh, tetapi malah mendekatinya, kalau-kalau kelembutannya dapat meluluhkan hati penjahat tersebut hingga mau bertaubat.
Salah satu tips dari Nabi untuk melembutkan hati adalah dengan menyayangi anak yatim dan orang-orang miskin, seperti dalam sabdanya: “Seorang lelaki pernah datang kepada Rasulullah saw seraya melaporkan kekerasan hatinya, maka beliau menasihatinya: ‘Usaplah kepala anak yatim dan berilah makanan kepada orang miskin” (HR. Ahmad).
Keempat, hati harus disehatkan. Manusia harus sehat bukan hanya dimensi jasmaninya saja hatinya pun harus sehat. Jika kesehatan jasmani dapat membuatnya bersemangat dan bergairah serta dapat menikmati hidup ini, maka kesehatan hati akan membuatnya memiliki ketetapan dan keteguhan dalam memegang prinsip-prinsip positif dalam hidup ini.
Orang yang memiliki hati yang sehat akan memiliki keteguhan dan konsistensi. Mereka tidak mudah digoyahkan oleh hal-hal yang sekilas nampak menggiurkan. Sebaliknya orang yang sakit hatinya akan bersikap plin-plan dan oportunis. Contoh yang sangat nyata adalah kaum munafik.
Orang yang berhati sakit cenderung suka berperilaku yang tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Persis seperti orang munafik, mulutnya menyatakan beriman tetapi dia tidak mau menjalankan syariat Islam, bahkan ada yang sampai memusuhi Islam, seperti Musailamah al-Kadzdzab.
Kelima, hati harus ditajamkan. Hati harus selalu diasah hingga menjadi tajam seperti pisau. Pisau yang tajam akan mudah memotong dan membelah sesuatu. Begitu juga dengan hati yang tajam akan mudah pula membedakan hal-hal yang haq dan yang bathil.
Nabi Ibrahim dan Ismail adalah contoh orang yang memiliki ketajaman hati. Perintah Allah untuk menyembelih Ismail cukup disampaikan melalui mimpi dan Ismail menangkap hal itu sebagai perintah ketika Nabi Ibrahim menceritakannya, padahal Ibrahim tidak menyatakan bahwa hal itu merupakan perintah dari Allah.
Salah satu tips untuk mengasah ketajaman hati adalah dengan puasa. Rasa lapar dan dahaga saat puasa dapat membuat hati sangat peka terhadap segala bentuk hal yang baik. Rasa peka ini kemudian mendorong untuk menerima dan menjalankan hal-hal yang baik tersebut.
Besarnya manfaat puasa bagi ketajaman hati inilah yang menjadi dasar munculnya tradisi puasa di pesantren-pesantren untuk mempermudah penguasaan ilmu pengetahuan, pengajaran akhlak, dan bahkan ilmu-ilmu batiniah. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar