“Ingatlah, di dalam tubuh manusia
terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, baiklah seluruh anggota tubuh dan
apabila ia buruk, buruk pulalah seluruh tubuh manusia. Ingatlah, segumpal
daging itu adalah hati”
Hadis Nabi sesuai riwayat Imam Bukhari dan Muslim ini menunjukkan pentingnya
kedudukan hati bagi manusia. Hati memiliki kaitan erat dengan keadaan baik atau
buruk manusia. Karenanya, sangat dirasankan kepada manusia agar memperlakukan
hatinya dengan sebaik-baiknya, sehingga dia dapat menjaga perilakunya hanya
pada koridor baik.
Paling tidak ada lima hal yang patut
diperhatikan dalam memperlakukan hati. Pertama, hati harus dibuka. Yaitu
membuka hati untuk menerima segala hal yang baik agar hati tetap baik, bersih,
dan bersinar. Menutup hati dari kebaikan sama saja dengan menjerumuskan diri ke
dalam jurang kenistaan. Alquran menggolongkan orang yang menutup hatinya dalam
kelompok kafir (QS Al-Baqarah
[2]:6-7).
Hati mereka tidak tersentuh sedikit pun
oleh peringatan dan petunjuk, bahkan keburukan yang ada di dalam hatinya juga
tidak bisa keluar. Dalam hati kecilnya yang fitri mereka sangat mungkin memahami
sekaligus menyadari yang baik dan buruk, tetapi ketertutupan hatinya telah
membuat mereka untuk enggan menjauhkan diri dari yang buruk dan mendekati yang
baik.
Kedua, hati harus dibersihkan. Hati juga bisa kotor seperti
halnya badan dan benda-benda, namun kotornya hati bukan karena debu melainkan
karena karena adanya sifat-sifat yang menunjukkan kecenderungan pada hal-hal
yang buruk.
Sifat dasar hati sebenarnya bersih. Ia
bisa menjadi kotor jika kotoran yang menempel padanya dibiarkan hingga mengerak.
Sehingga sensifitasnya terhadap keburukan dan dosa menjadi lemah dan mudah
menggerakkan tubuhnya untuk mengerjakan yang buruk-buruk.
Ketiga, hati harus dilembutkan. Kelembutan hati amat
penting untuk dimiliki. Dalam konteks sosial hati yang lembut dapat memperbaiki hubungan seseorang dengan sesamanya. Orang yang berhati
lembut akan selalu memandang dan menyikapi orang lain dengan sudut pandang kasih sayang, sehingga dia amat ringan tangan untuk membantu
orang lain yang sedang tertimpa kesusahan.
Terhadap orang yang jahat sekalipun dia
selalu bersikap lembut. Dia tidak berusaha menjauh, tetapi malah mendekatinya,
kalau-kalau kelembutannya dapat meluluhkan hati penjahat tersebut hingga mau
bertaubat.
Salah satu tips dari Nabi untuk
melembutkan hati adalah dengan menyayangi anak yatim dan orang-orang miskin, seperti dalam sabdanya: “Seorang lelaki
pernah datang kepada Rasulullah saw seraya melaporkan kekerasan hatinya, maka
beliau menasihatinya: ‘Usaplah kepala anak yatim dan berilah makanan kepada
orang miskin” (HR. Ahmad).
Keempat, hati harus
disehatkan. Manusia harus sehat bukan hanya dimensi jasmaninya saja hatinya pun harus sehat.
Jika kesehatan jasmani dapat membuatnya bersemangat dan bergairah serta dapat
menikmati hidup ini, maka kesehatan hati akan membuatnya memiliki ketetapan dan
keteguhan dalam memegang prinsip-prinsip positif dalam hidup ini.
Orang yang memiliki hati yang sehat akan
memiliki keteguhan dan konsistensi. Mereka tidak mudah digoyahkan oleh hal-hal
yang sekilas nampak menggiurkan. Sebaliknya orang yang sakit hatinya akan
bersikap plin-plan dan oportunis. Contoh yang sangat nyata adalah kaum munafik.
Orang yang berhati sakit cenderung suka
berperilaku yang tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Persis seperti orang
munafik, mulutnya menyatakan beriman tetapi dia tidak mau menjalankan syariat
Islam, bahkan ada yang sampai memusuhi Islam, seperti Musailamah al-Kadzdzab.
Kelima, hati harus
ditajamkan. Hati
harus selalu diasah hingga menjadi tajam seperti pisau. Pisau yang tajam akan
mudah memotong dan membelah sesuatu. Begitu juga dengan hati yang tajam akan
mudah pula membedakan hal-hal yang haq dan yang bathil.
Nabi Ibrahim dan Ismail adalah
contoh orang yang memiliki ketajaman hati. Perintah Allah untuk menyembelih
Ismail cukup disampaikan melalui mimpi dan Ismail menangkap hal itu sebagai
perintah ketika Nabi Ibrahim menceritakannya, padahal Ibrahim tidak menyatakan
bahwa hal itu merupakan perintah dari Allah.
Salah satu tips untuk mengasah ketajaman
hati adalah dengan puasa. Rasa lapar dan dahaga saat puasa dapat membuat hati
sangat peka terhadap segala bentuk hal yang baik. Rasa peka ini kemudian
mendorong untuk menerima dan menjalankan hal-hal yang baik tersebut.
Besarnya manfaat puasa bagi ketajaman hati
inilah yang menjadi dasar munculnya tradisi puasa di pesantren-pesantren untuk
mempermudah penguasaan ilmu pengetahuan, pengajaran akhlak, dan bahkan ilmu-ilmu
batiniah. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar