Selasa, 13 Maret 2012

Basmalah dan Berkah

Sangat dianjurkan bagi siapa saja yang hendak melakukan suatu pekerjaan penting untuk membaca basmalah. Nabi menegaskan bahwa setiap hal penting yang dikerjakan tanpa didahului dengan basmalah ia seperti hewan yang buta sebelah atau yang tidak berekor.
Hewan  yang demikian, khususnya bagi hewan yang halal untuk dikonsumsi dagingnya, meski tetap halal dimakan tetapi ia tetap tidak sempurna karena ia tidak termasuk hewan yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai hewan (simbol) persembahan atau pengorbanan, misalnya pada ritual kurban atau akikah. Sedangkan bagi hewan yang tidak boleh dimakan karena tergolong binatang buas misalnya, kebuasaannya jelas berkurang karena ketidaksempurnaannya secara fisik.
Sebagian ulama ada yang memahami perumpamaan Nabi itu memberikan pengertian tentang ketidaksempurnaan nilai hal penting itu di hadapan Tuhan, sehingga meski ia tampak dikerjakan dengan baik tetapi ia tidak banyak bernilai positif bagi pelakunya. Bahkan dalam hal-hal tertentu, menurut ahli fiqh, berimplikasi pada pelarangan Tuhan untuk menjamahnya, seperti hewan yang disembelih tanpa menyebut nama-Nya.
Sedang sebagian yang lain memahaminya tidak diberkati. Dalam pengertian perbuatan itu tidak mendorong Tuhan untuk melimpahkan rahmat dan inayah atau maunah-Nya kepada pelakunya. Karena ia telah mengesampingkan atau melupakan aspek transendensi pada perbuatannya tersebut. Setiap perbuatan makhluk sudah selayaknya diorientasikan kepada sang khalik. Sebab tanpa pertolongan-Nya ia tidak akan mampu melakukan dan mendapatkan apa-apa.
Berkat itu sendiri adalah suatu kebaikan yang diberikan oleh Tuhan kepada hambanya, yang acap kali yang bersangkutan tidak kuasa menduga sebelumnya. Kalau janji Tuhan seperti ini diberikan kepada orang yang bertaqwa maka transendensi ini merupakan salah satu bentuk ketaqwaan tersebut.
Ungkapan “la haula wa la quwata illa bi Allah” (tidak ada daya dan upaya selain karena Tuhan) menjustifikasi pernyataan tersebut. Ketika manusia merasa dirinya tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan, maka tidak ada jalan lain selain mengorientasikan segala perbuatannya kepada-Nya. Kedasaran terhadap orientasi ini paling tidak ditunjukkan dengan penyertaan basmalah dalam setiap perbuatan.
Di samping itu, dalam basmalah terkandung suatu sikap pasrah (tawakal) terhadap kehendak tuhan kaitannya dengan perbuatan yang sedang dikerjakan. Berhasil atau tidaknya sangat bergantung dengan kehendak-Nya. Secerdik apa pun manusia, ia pasti tunduk pada hukum alam (kehendak Tuhan). Untuk itu, tidak ada jalan lain selain menganggantungkan diri pada hukum tersebut, dengan tetap memanfaatkan segala potensi yang dimiliki.  
Dengan demikian, basmalah juga akan dapat menjauhkan seseorang dari sikap sombong (takabur), karena ia merasa dirinya dikelilingi oleh kelemahan, terutama kaitannya dengan penentuan terhadap capaian dari segala bentuk aktivitasnya.
Pemahaman seperti ini jika dikaitkan dengan penegasan Tuhan bahwa Ia akan memberikan rizki yang tak terduga kepada orang yang mau bertaqwa maka yang dimaksud tidak lain adalah berkat ini. Ia hanya berada pada kehendah (iradah) Tuhan. Tak seorang pun yang mempu memilikinya. Pemahaman ini sekaligus menyangkal pandangan sebagian orang yang menganggap seseorang (ulama) memiliki berkat.
Namun, barangkali tidak ada pemahaman seperti itu. Kalau pun ada, sebenarnya hanya ada pada ungkapan yang “salah kaprah”. Di balik ungkapan atau pandangan itu tersimpan satu pemahaman yang mendalam, yaitu berkat tetap menjadi hak prerogatif Tuhan untuk memberikannya kepada orang yang bertaqwa. Di sisi lain ulama pasti memiliki tingkat ketaqwaan yang tinggi di atas orang kebanyakan. Dengan taqwa itu ia memiliki kedekatan dengan Tuhan, sehingga kedekatan itu dapat dimanfaatkan untuk memohonkan berkat kepada Tuhan bagi orang lain. Tepatnya ulama itu hanya mediator atau fasilitator berkat.
Dengan demikian siapa pun memiliki potensi untuk memohon berkat kepada Tuhan, sebagaimana ia berpotensi untuk mempertinggi tingkat ketaqwaannya. Salah satu upayanya adalah dengan menyertakan Tuhan dalam setiap perbuatannya, yang paling tidak dengan mengucapkan basmalah.
        Terkait dengan penegasan Nabi di atas, seseorang yang melakukan suatu perbuatan tanpa didahului basmalah sangat mungkin bisa mencapai hasil, tetapi masih belum bisa dipastikan keberhasilan itu dibarengi dengan kebahagiaan, kedamaian, bahkan kelanggengan. Di sinilah berkat menjadi penting. Ibarat makan, mungkin tanpa basmalah orang bisa kenyang, tetapi kenyang itu belum tentu dapat menghindarkannya dari penyakit. Nabi pernah menyatakan bahwa setan (faktor negatif) akan terus berada dan ikut dalam setiap perjamuan makan sampai disebut asma Allah.
      Dengan demikian, basmalah merupakan suatu upaya transendesi manusia dalam segala aktivitasnnya. Dan sudah tentu hal ini tidak cukup hanya dengan basmalah, hingga dianjurkan pula bagi setiap orang untuk bersyukur kepada Tuhan pada setiap menyelesaikan suatu pekerjaan dengan membaca hamdalah. Bila suatu pekerjaan yang di awal dan di akhirnya disebut nama Tuhan, maka di sinilah berkat akan diperoleh oleh manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar