Kamis, 15 Maret 2012

Menjaga Mulut

Mulut merupakan satu anggota butuh yang terletak di bagian wajah. Posisinya yang strategis itu membuatnya cukup menjadi perhatian.
Tidak jarang kita temui orang yang gemar "menghias" mulutnya dengan berbagai macam cara, baik yang nampak maupun yang tak nampak. Semua itu dilakukannya tidak lain bertujuan agar dia lebih percaya diri untuk tampil di hadapan publik.
Tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah keberadaan mulut sebagai penentu baik atau buruk seseorang, sekaligus konsekuensinya, yaitu bahagia atau sengsara.
Terdapat banyak pepatah Arab yang mempernarkan pernyataan ini, seperti "celakanya seseorang itu bukan karena terpelesetnya kaki melaikan karena terpelesetnya mulut," "selamatnya seseorang itu karena penjagaan terhadap lisannya," dan lain-lain.
Hal ini karena mulut merupakan media yang sangat efektif bagi orang untuk mengungkapkan kata hatinya. Memang bukan satu-satunya, misalnya melalui bahasa tubuh, bahasa isyarat, dan sebagainya, tetapi melalui mulut jelas jauh lebih sempurna.
Melihat pada peran penting mulut ini, hingga ada yang menyatakan bahwa segala perkataan yang keluar darinya merupakan representasi dari kepribadian seseorang.
Hal ini memang cukup pelik, mengingat belum dapat dipastikan, misalnya orang yang tutur katanya terdengar baik dan lembut belum pasti ia memiliki karakter seperti itu, karena bisa jadi hal itu dilakukan karena ada maksud-maksud terselubung.
Untuk itu, mulut sangat erat dengan hati. Dan di sini orang tidak bisa main-main lagi karena siapa pun tidak akan bisa membohongi diri sendiri. Hati yang tulus akan melahirkan perkataan yang menenteramkan bagi orang yang mendengarnya.
Terdapat satu kisah tentang seorang yang mampu menjaga mulutnya untuk tetap berada pada jalur kebaikan dan kebenaran, yang kemudian namanya diabadikan oleh Tuhan dalam al-Qur’an sebagai salah satu teladan bagi umat manusia, yaitu Lukman Hakim.
Dia adalah seorang budak hitam (wahsyi), yang memiliki bibir tebal dan dua kaki yang melekuk.
Dapat dibayangkan secara fisik jelas bukan tergolong orang yang tampan.
Tetapi dari bibirnya yang nampak kurang sedap dipandang mata itu, justru mencerminkan kelebihannya di banding orang lain, yaitu dia selalu tidak mengeluarkan suatu pun dari mulutnya selain hal-hal yang mulia, penuh makna dan hikmah, serta berguna.
Pada suatu hari dia diperintahkan oleh tuannya untuk menyembelih beberapa ekor kambing karena ada suatu tujuan tertentu. Setelah kambing-kambing itu disembelih, dia disuruh untuk mengambilkan dua bagian yang terbaik dari daging kambing itu.
Beberapa saat kemudian dia menghadap kepada tuannya dengan membawa potongan hati dan lidah.
Setelah tuannya memastikan kedua potong daging itu telah berada di tanggannya, dia kembali menyuruh Lukman untuk mengambilkan dua potong daging lagi, tetapi kali ini harus diambil adalah daging dari bagian yang terburuk.
Tak lama kemudia, dia kembali menghadap tuannya dengan membawa potongan hati dan lidah.
Sudah tentu ulah Lukman ini terasa ganjil di mata tuannya, yaitu daging yang terbaik dan terburuk sama bentuknya. Ia pun akhirnya meminta kepada Lukman untuk menjelaskan keganjilan perbuatannya itu.
Lukman kemudian menguraikan bahwa "bila kedua bagian ini sudah baik, tidak ada lagi yang lebih baik dari keduanya. Sebaliknya, bila kedua bagian ini sudah buruk, tidak ada lagi yang lebih buruk dibandingkan dengan keduanya."
Kisah ini telah memberikan satu gambaran yang sangat jelas dua bagian fisik manusia yang memiliki peran penting dalam mencitrakan baik atau buruk, yatu hati dan mulut.
Keduanya memang tidak dapat dipisahkan, karena masing-masing bergantung pada yang lain. Untuk itu, keduanya harus dijaga secara bersamaan. Sebab jika yang satu menyimpang maka yang lain akan mengikutinya.
Seringkali Nabi mengingatkan untuk serius dalam menjaga mulut. Pada satu kesempatan ia menyatakannya berkaitan dengan sikap yang semestinya bagi seorang mukmin.
Menurutnya, seorang yang telah menyatakan diri beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaknya ia hanya berbicara yang baik-baik, dan kalau ia tidak sanggup untuk itu, sebaiknya diam saja.
Pada kesempatan yang lain Nabi juga menegaskan akibat bagi orang yang tidak mampu menjaga mulutnya, yaitu menjadi penghuni neraka.
Penegasan Nabi ini membuktikan adanya kaitan yang erat antara perkataan dan keimanan. Perkataan yang baik jelas mencerminkan iman yang tebal. Begitu juga sebaliknya, dengan iman yang kuat seseorang tidak akan membiarkan mulutnya untuk berkata-kata kotor.
Dan karena iman itu akan menyelamatkan seseorang, maka mulut juga akan dapat menyelamatkannya. Begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, menjaga mulur berarti juga menjaga keimanan.
Dan karena iman itu merupakan suatu keyakinan dalam hati maka hati juga harus diperhatikan. Nabi mengingatkan bahwa dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang bila ia baik maka seluruh kediriannya akan baik, dan bila ia rusak maka maka seluruh kediriannya akan rusak, yatu hati.
Sebagai tempat iman, hati memang harus dijaga secara ekstra. Sebab jika ia busuk dan kotor, jelas iman semakin menghindarinya. Dan ketika iman sudah semakin jauh, mulut akan semakin tak terkendali. Dan pada saat itulah kehancuran orang mulai menghampirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar