Selasa, 05 Agustus 2014

Ihtiar dan Doa



Pada suatu hari Nabi masuk ke masjid, dilihatnya seorang sahabat duduk tepekur berdzikir, terlihat khusyu’ dengan mata berlinang air mata kebimbangan. Setelah didekati, ternyata dia adalah Abi Umamah al-Bahily, salah seorang sahabat yang dikenal tegar dalam memperjuangkan dan membela Islam.
Nabi kemudian menghampirinya, dan bertanya: “Apa gerangan yang menyebabkan kedukaan ini ?”
”Wahai Rasulullah, aku ini seorang yang terlilit hutang teramat banyak sehingga aku tidak mampu melunasinya.” Keluh Abi Umamah.
Sejenak Nabi tertegun, kemudian bersabda; “Maukah kamu kuajarkan sebuah doa yang bisa membuat hatimu tenteram dan pula dapat menghilangkan kegelisahanmu?”
Abu Umamah mengangguk. Nabi lalu membacakan doanya, “Allahumma inni a’udzu bika minal hammi wal hazani wa a’udzu bika minal ‘ajzi wal kasali wa a’udzu bika minal bukhli wal jubni wa a’udzu bika min ghalabatid daini wa qahrir rijal.”
(Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari rundungan sedih dan duka, aku berlindung kepadaMu dari sifat lemah dan malas, aku berlindung kepadaMu dari sifat kikir dan penakut, dan aku berlindung kepadaMu dari beban hutang dan penindasan orang).
Meski tergolong pendek doa yang diajarkan Nabi tersebut, tetapi mampu membangkitkan gairah hidup Abu Umamah yang hampir terperosok dalam jurang keputusasaan. Dia pun bangkit dari duduknya dan menyingsingkan lengan bajunya untuk menapaki makna doa yang telah dia terima dari seorang utusan yang agung.
Dia memahami betul makna yang terkadung di dalam doa tersebut. Hal mana tekadnya yang kuat untuk membuktikan doanya dalam perilaku, telah menjadikannya seorang sahabat yang selalu optimis dalam menghadapi kehidupan dan tidak pernah sekalipun mengeluh apalagi putus asa dengan keadaan yang telah menimpanya. Akhirnya dia tergolong salah seorang yang disebutkan dalam Alqur’an “Yaitu mereka yang berjihad di jalan Kami, pasti Kami memberi petunjuk kepada mereka dan sesungguhnya Allah bersama orang yang berbuat baik.”
Ahmad Musthafa al-Maraghi di dalam kitab tafsirnya menguraikan kata per kata doa Nabi tersebut. Al-Hamm artinya bingung. Bingung biasanya dapat menimbulkan rasa takut, seperti takut sakit,  tidak lulus tes, kesengsaraan, dll., serta selalu hawatir untuk menghadapi hari esok, sehingga hidupnya terasa berat. Padahal seorang mukmin seharusnya tidak gelisah menghadapi masa depan dan selalu yakin bahwa al-ghadd bi yadillah (masa depan di tangan Allah). Dengan begitu dia akan selalu optimis dengan tetap memaksimalkan ikhtiar.
Al-Hazan artinya susah dan sedih. Menyusahkan dan menyedihkan suatu musibah yang sudah terjadi. Susah dan sedih bukan tidak diperbolehkan. Boleh saja asal tidak terus berkelanjutan, karena jelas akan berpengaruh terhadap suasana hati dan pikiran. Dan pada gilirannya akan berpengaruh pula pada kinerja seseorang.
Biasanya orang yang terus larut dalam kesedihan yang berkepanjangan, tanpa sadar dia akan terhanyut dalam andai-andaian dalam lamunan hampa. Sebuah sya’ir Arab menyebutkan ”Yang lalu biarlahlah berlalu, masa depan belumlah tahu, yang ada hanyalah sekarang yang sedang kau jalani.”
Al-’Ajz artinya perasaan lemah tidak berdaya. Melihat orang lain maju tidak mampu menjadi pemicu gairah kerja, dan justru menimbulkan rasa rendah diri dan ketidakmampuan. Padahal setiap manusia diberi kelebihan dari yang lainnya.
Al-Kasal artinya tidak punya kemauan atau sifat malas yang tanpa alasan. Rasa malas ini lahir ketika melihat pekerjaan yang dia pandang tidak sanggup melaksanakannya. Dalam hal ini diperlukan keseimbangan kerja sesuai dengan porsi yang dibutuhkan, sehingga semangat kerja tetap stabil dan selalu bergairah.
Al-Bukhl berarti pelit atau kikir. Seseorang yang telah meraih apa yang diinginkan dan menjadi lupa terhadap kesengsaraan orang lain, bahkan lupa terhadap jasa orang yang pernah membantunya untuk meraih apa yang diinginkannya.
Al-Jubn adalah sifat rakus dan pengecut akibat rasa takut hilangnya harta atau jabatan yang ada dalam genggamannya. Berat rasanya dia tinggalkan kekayaan yang dia raih. Akibatnya menjadi seorang manusia yang diliputi rasa takut dan muncul sifat sombong dengan hasil usahanya tersebut.
Ghalabatid dain ialah terlilit hutang seperti yang terjadi pada Abu Umamah. Dengan menghindari diri dan berlindung kepada Allah dari sifat al-hamm, al-huzn, al-’ajz, al-kasal, al-bukhl dan al-jubn akan mudah bagi seseorang untuk menyelesaikan semua masalahnya serta bisa melunasi hutang-hutangnya.
Yang terakhir ialah Qahr ar-rijal, yaitu mohon perlindungan dari penindasan manusia disebabkan menurunnya martabat karena berhutang, mengemis dll. Dengan permohonan ini, dia akan menjadi manusia yang terhormat di hadapan Allah dan sesama manusia.
Demikianlah, apabila seseorang dapat menjauhi sifat-sifat di atas dan mengamalkannya baik dalam doa maupun ikhtiar, pastilah dia akan mampu mencapai kebahagiaan yang diharapkan, serta hilanglah rasa tertekan atau stress seperti yang banyak dialami oleh masyarakat modern sekarang ini dan menjadi orang yang selalu optimis menghadapi masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar