Hari
Sabtu, 10/12 telah terjadi gerhana bulan total di Indonesia, tepatnya mulai
pukul 19.45, mulai total pukul 21.06, tengah gerhana pikul 21.32, akhir total
pukul 21.58, dan berakhir pada pukul 23.18. Sebagian umat Islam menyambutnya
dengan melaksanakan shalat khusuf di masjid dan musholla. Bagi umat Islam
memang disunnahkan untuk melaksanakan shalat sunnat pada setiap terjadinya gerhana,
baik bulan maupun matahari. Yang pertama disebut shalat kusuf dan yang kedua
disebut shalat khusuf.
Dasar
tekstual yang kesunnahan tersebut adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhori dan muslim, yaitu Nabi bersabda:
"Telah terjadi gerhana matahari
pada hari wafatnya Ibrahim putra Rasulullah SAW. Berkatalah manusia: Telah
terjadi gerhana matahari karana wafatnya Ibrahim. Maka bersabdalah SAW
"Bahwasanya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran
Allah. Allah mempertakutkan hamba-hambaNya dengan keduanya. Matahari gerhana,
bukanlah kerana matinya seseorang atau lahirnya. Maka apabila kamu melihat yang
demikian, maka hendaklah kamu salat dan berdoa sehingga selesai gerhana."
Awal
mula dilaksanakannya shalat gerhana memang pada saat putra Nabi yang bernama
Ibrahim meninggal dunia. Pada saat itu kebetulan matahari, bulan, dan bumi
berada persisi dalam satu garis edar. Masyarakat saat itu mengaitkan kematian
Ibrahim dengan fenomena alam tersebut. Nabi kemudian menjelaskan bahwa hal itu
tidak benar. Gerhana matahari maupun bulan merupakan fenomena alam yang menjadi
bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Karenanya, melakukan shalat gerhana
merupakan media yang sangat representative untuk mengingat kebesaran Allah.
Mengaitkan
peristiwa gerhana dengan bencana memang tidak hanya terjadi pada masyarakat
Arab pra Islam, terutama gerhana bulan, di beberapa Negara mitos tentang
gerhana juga mewarnai kebudayaan mereka. China misalnya, pada
kebudayaan China kuno diyakini bahwa gerhana bulan terjadi karena seekor naga
raksasa murka dan memangsa bulan. Fenomena ini mereka sebut ”chih” yang artinya
memangsa. Untuk mengusir naga itu mereka membuat keributan dengan cara membunyikan
petasan. Tradisi ini masih dilakukan, meski dari sisi keyakinan sudah terjadi
pergeseran. Adalah melestarikan kebudayaan yang menjadi alasan mereka untuk
melakukannya.
Pada
tanggal 22 Juli 2009, sebuah kejadian megah gerhana matahari total menyapu
daratan China Tengah di sepanjang aliran Sungai Yangtze. Gerhana itu gerhana
matahari total paling lama sepanjang 2132 tahun. Sebelumnya, Kantor Dewan
Negara China mengeluarkan surat edaran untuk melakukan persiapan menghadapi
gerhana matahari total. Peringatan keras untuk mengahdapinya bahkan harus
mengesampingkan urusan krisis kekurangan barang, krisis keuangan, sengketa Laut
China Selatan, dan konflik social yang menjadi agenda besar pemerintah saat
itu.
China
memang memilik sejarah panjang dalam pengamatan gerhana matahari. Pada tahun
1948 SM sudah ada orang yang mengamati gerhana matahari di China. Bahkan pada
tahun 2300 SM China telah memiliki observatorium astronomi yang paling canggih.
Sepanjang sejarah China selalu memperhatikan pentingnya ramalan gerhana
matahari. Pernah ada seorang pejabat
astronomi pada Dinasti Xia yang membocorkan rahasia gerhana matahari karena
mabuk, kepalanya kemudian dipenggal sebagai peringatan kelalaian tugas.
China
memiliki catatan gerhana matahari dunia yang paling tua, paling lengkap dan
paling kaya. Hanya pelajaran sejarah dari buku kuno (sampai dengan Dinasti Qing
tidak termasuk tulisan dalam kulit tempurung kura-kura), sudah ada 1000 lebih
catatan gerhana matahari. Yang pertama adalah catatan gerhana matahari yang tercatat
dalam "Shang Shu" yang terjadi pada tahun 1948 SM. Dalam "kitab
Sajak" didokumentasikan secara detil gerhana matahari yang terjadi pada 6
September 776 SM.
Orang Jepang dulu juga menganggap
terjadinya gerhana bulan disebabkan para dewa menebarkan racun hitam pekat ke
dunia, karena itu mereka selanjutnya berbondong-bondong menutupi sumur-sumur
mereka dengan benda apa saja hingga gerhana bulan berakhir
Orang Indonesia sendiri, terutama suku
Jawa, dulu saat gerhana tiba mereka berbondong-bondong menyembunyikan balita
mereka di dalam tempayan, kolong tempat tidur dan tempat aman lain demi
menghindarkan bocah-bocah itu dari Batara Kala, raksasa dalam cerita
pewayangan. Sementara itu kaum laki-laki beranjak memukul kentongan beramai
ramai untuk mengusir raksasa jahat itu sesegera mungkin.
Terjadinya banyak bencana alam pada
sepuluh tahun terakhir ini juga ada yang mengaitkannya dengan gerhana bulan.
Bahkan ada yang sampai melakukan riset di Padang, Sumatera Barat, yang dirilis
pada awal-awal tahun 2011 lalu bahwa 77% bercana yang terjadi bertepatan dengan
gerhana bulan atau bulan purnama. Meskipun akhirnya riset ini dibantah oleh
kepala BMKG Syafrizal bahwa supermoon
hanya dapat memicu terjadinya pasang naik, karena grafitasi atau daya tarik
bulan lebih kuat ke bumi. Dia menjelaskan supermoon adalah
kejadian di mana posisi bulan sangat dekat ke bumi. Supermoon tidak ada
hubungannya dengan gempa, karena gempa terjadi di dasar bumi, sedangkan supermoon
di atas atmosfer.
Berbagai
mitos itu muncul sebagai ungkapan kebelummampuan manusia untuk mengurai
fenomena yang nampak di jagat raya.
Namun mitos itu lambat lau terkikis menyertai perkembangan science
melalui penggunaan akal oleh manusia sendiri. Sesuai dengan firman Allah:
"Dan Dia menundukkan siang dan
malam. matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang ditundukkan dengan
perintahNya. Sesungguhnya dalam gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah bagi
orang-orang yang mempergunakan akal." (QS.
An-Nahl: 12)
Pemanfaatan
science untuk mengungkap fenomena alam tersebut bertujuan untuk membuktikan
kmahakuasaan Allah, di samping untuk kepentingan hidup manusia sendiri. Ibnu
Qayyim Al-Jauzi menyatakan, “Apabila Anda memperhatikan apa yang diserukan Allah
untuk direnungkan, hal itu akan mengantarkan kamu pada ilmu tentang Rabb,
tentang keesaan-Nya, sifat-sifat keagungan-Nya dan kesempurnaan-Nya, seperti
qudrat, ilmu, hikmah, rahmat, ihsan, keadilan, ridha, murka, pahala dan
siksa-Nya. Begitulah cara Dia memperkenalkan diri kepada hamba-hamba-Nya dan
mengajak mereka untuk merenungi ayat-ayat-Nya.”
Oleh
karena itu, dalam Al-Qur’an Allah mengajak hamba-hamba-Nya untuk merenungi
ayat-ayat kauniyah dan bukti-bukti kekuasaan-Nya ini. Mengajak mereka untuk berpikir
dan memperhatikan. Hal itu disebutkan di banyak ayat dalam kitab-Nya, karena
manfaatnya sangat banyak bagi hamba. Diantaranya adalah firman Allah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu
segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan”. (QS. Al-Baqarah:164)
Tampaknya,
melalui syariat shalat gerhana, Nabi mengingatkan kepada umatnya tentang
ketidakterpisahkannya antara Tuhan, manusia dan alam. Ketidakterpisahan ini,
sebagaimana dipahami oleh Ali Syari’ati, seorang tokoh intelektual revolusi
Iran tahun 1978-1979, dipahami
sebagai dasar tauhid. Menurutnya, alam semesta merupakan suatu organisme yang
tak terpisahkan, keseluruhan alam semesta sebagai suatu kesatuan (unity) dalam
trinitas antara Tuhan, manusia, dan alam (Ali Syariati, 1979: 82).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar