Minggu, 11 Desember 2011

Gerhana dan Keimanan

Hari Sabtu, 10/12 telah terjadi gerhana bulan total di Indonesia, tepatnya mulai pukul 19.45, mulai total pukul 21.06, tengah gerhana pikul 21.32, akhir total pukul 21.58, dan berakhir pada pukul 23.18. Sebagian umat Islam menyambutnya dengan melaksanakan shalat khusuf di masjid dan musholla. Bagi umat Islam memang disunnahkan untuk melaksanakan shalat sunnat pada setiap terjadinya gerhana, baik bulan maupun matahari. Yang pertama disebut shalat kusuf dan yang kedua disebut shalat khusuf.
Dasar tekstual yang kesunnahan tersebut adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan muslim, yaitu Nabi bersabda:
"Telah terjadi gerhana matahari pada hari wafatnya Ibrahim putra Rasulullah SAW. Berkatalah manusia: Telah terjadi gerhana matahari karana wafatnya Ibrahim. Maka bersabdalah SAW "Bahwasanya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Allah mempertakutkan hamba-hambaNya dengan keduanya. Matahari gerhana, bukanlah kerana matinya seseorang atau lahirnya. Maka apabila kamu melihat yang demikian, maka hendaklah kamu salat dan berdoa sehingga selesai gerhana."
Awal mula dilaksanakannya shalat gerhana memang pada saat putra Nabi yang bernama Ibrahim meninggal dunia. Pada saat itu kebetulan matahari, bulan, dan bumi berada persisi dalam satu garis edar. Masyarakat saat itu mengaitkan kematian Ibrahim dengan fenomena alam tersebut. Nabi kemudian menjelaskan bahwa hal itu tidak benar. Gerhana matahari maupun bulan merupakan fenomena alam yang menjadi bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Karenanya, melakukan shalat gerhana merupakan media yang sangat representative untuk mengingat kebesaran Allah.
Mengaitkan peristiwa gerhana dengan bencana memang tidak hanya terjadi pada masyarakat Arab pra Islam, terutama gerhana bulan, di beberapa Negara mitos tentang gerhana juga mewarnai kebudayaan mereka. China misalnya, pada kebudayaan China kuno diyakini bahwa gerhana bulan terjadi karena seekor naga raksasa murka dan memangsa bulan. Fenomena ini mereka sebut ”chih” yang artinya memangsa. Untuk mengusir naga itu mereka membuat keributan dengan cara membunyikan petasan. Tradisi ini masih dilakukan, meski dari sisi keyakinan sudah terjadi pergeseran. Adalah melestarikan kebudayaan yang menjadi alasan mereka untuk melakukannya.
Pada tanggal 22 Juli 2009, sebuah kejadian megah gerhana matahari total menyapu daratan China Tengah di sepanjang aliran Sungai Yangtze. Gerhana itu gerhana matahari total paling lama sepanjang 2132 tahun. Sebelumnya, Kantor Dewan Negara China mengeluarkan surat edaran untuk melakukan persiapan menghadapi gerhana matahari total. Peringatan keras untuk mengahdapinya bahkan harus mengesampingkan urusan krisis kekurangan barang, krisis keuangan, sengketa Laut China Selatan, dan konflik social yang menjadi agenda besar pemerintah saat itu.
China memang memilik sejarah panjang dalam pengamatan gerhana matahari. Pada tahun 1948 SM sudah ada orang yang mengamati gerhana matahari di China. Bahkan pada tahun 2300 SM China telah memiliki observatorium astronomi yang paling canggih. Sepanjang sejarah China selalu memperhatikan pentingnya ramalan gerhana matahari.  Pernah ada seorang pejabat astronomi pada Dinasti Xia yang membocorkan rahasia gerhana matahari karena mabuk, kepalanya kemudian dipenggal sebagai peringatan kelalaian tugas.
China memiliki catatan gerhana matahari dunia yang paling tua, paling lengkap dan paling kaya. Hanya pelajaran sejarah dari buku kuno (sampai dengan Dinasti Qing tidak termasuk tulisan dalam kulit tempurung kura-kura), sudah ada 1000 lebih catatan gerhana matahari. Yang pertama adalah catatan gerhana matahari yang tercatat dalam "Shang Shu" yang terjadi pada tahun 1948 SM. Dalam "kitab Sajak" didokumentasikan secara detil gerhana matahari yang terjadi pada 6 September 776 SM.
Orang Jepang dulu juga menganggap terjadinya gerhana bulan disebabkan para dewa menebarkan racun hitam pekat ke dunia, karena itu mereka selanjutnya berbondong-bondong menutupi sumur-sumur mereka dengan benda apa saja hingga gerhana bulan berakhir
Orang Indonesia sendiri, terutama suku Jawa, dulu saat gerhana tiba mereka berbondong-bondong menyembunyikan balita mereka di dalam tempayan, kolong tempat tidur dan tempat aman lain demi menghindarkan bocah-bocah itu dari Batara Kala, raksasa dalam cerita pewayangan. Sementara itu kaum laki-laki beranjak memukul kentongan beramai ramai untuk mengusir raksasa jahat itu sesegera mungkin.
Terjadinya banyak bencana alam pada sepuluh tahun terakhir ini juga ada yang mengaitkannya dengan gerhana bulan. Bahkan ada yang sampai melakukan riset di Padang, Sumatera Barat, yang dirilis pada awal-awal tahun 2011 lalu bahwa 77% bercana yang terjadi bertepatan dengan gerhana bulan atau bulan purnama. Meskipun akhirnya riset ini dibantah oleh kepala BMKG Syafrizal bahwa supermoon hanya dapat memicu terjadinya pasang naik, karena grafitasi atau daya tarik bulan lebih kuat ke bumi.  Dia menjelaskan supermoon adalah kejadian di mana posisi bulan sangat dekat ke bumi. Supermoon tidak ada hubungannya dengan gempa, karena gempa terjadi di dasar bumi, sedangkan supermoon di atas atmosfer.
Berbagai mitos itu muncul sebagai ungkapan kebelummampuan manusia untuk mengurai fenomena yang nampak di jagat raya.  Namun mitos itu lambat lau terkikis menyertai perkembangan science melalui penggunaan akal oleh manusia sendiri. Sesuai dengan firman Allah:
"Dan Dia menundukkan siang dan malam. matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang ditundukkan dengan perintahNya. Sesungguhnya dalam gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang mempergunakan akal." (QS. An-Nahl: 12)
Pemanfaatan science untuk mengungkap fenomena alam tersebut bertujuan untuk membuktikan kmahakuasaan Allah, di samping untuk kepentingan hidup manusia sendiri. Ibnu Qayyim Al-Jauzi menyatakan, “Apabila Anda memperhatikan apa yang diserukan Allah untuk direnungkan, hal itu akan mengantarkan kamu pada ilmu tentang Rabb, tentang keesaan-Nya, sifat-sifat keagungan-Nya dan kesempurnaan-Nya, seperti qudrat, ilmu, hikmah, rahmat, ihsan, keadilan, ridha, murka, pahala dan siksa-Nya. Begitulah cara Dia memperkenalkan diri kepada hamba-hamba-Nya dan mengajak mereka untuk merenungi ayat-ayat-Nya.”
Oleh karena itu, dalam Al-Qur’an Allah mengajak hamba-hamba-Nya untuk merenungi ayat-ayat kauniyah dan bukti-bukti kekuasaan-Nya ini. Mengajak mereka untuk berpikir dan memperhatikan. Hal itu disebutkan di banyak ayat dalam kitab-Nya, karena manfaatnya sangat banyak bagi hamba. Diantaranya adalah firman Allah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS. Al-Baqarah:164)
Tampaknya, melalui syariat shalat gerhana, Nabi mengingatkan kepada umatnya tentang ketidakterpisahkannya antara Tuhan, manusia dan alam. Ketidakterpisahan ini, sebagaimana dipahami oleh Ali Syari’ati, seorang tokoh intelektual revolusi Iran tahun 1978-1979, dipahami sebagai dasar tauhid. Menurutnya, alam semesta merupakan suatu organisme yang tak terpisahkan, keseluruhan alam semesta sebagai suatu kesatuan (unity) dalam trinitas antara Tuhan, manusia, dan alam (Ali Syariati, 1979: 82).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar