Kamis, 29 Desember 2011

Tradisi Tahun Baru

Besok malam, tepatnya Sabtu pukul 00.00, merupakan tanda pergantian tahun dari  menurut kalender Masehi. Pergantian tahun itu biasanya diperingati di hampir seluruh negara dengan tradisi masing-masing yang spesifik. Di Seoul, Korea Selatan, moment peting pergantian tahun bukanlah menghitung detik demi detik di tengah malam, melainkan cara memandangi matahari terbit pertama di tahun yang baru. Festival Matahari Homigot yang diadakan setiap tahun di Pantai Pohang membuktikan betapa pentingnya mement itu.
Di Jepang, setiap tahun baru, orang Jepang akan menikmati makanan yang terdiri dari tiga jenis makanan awetan yaitu telur ikan, sebagai simbol kemakmuran; ikan sardin asap biasa disebut tatsukuri, yang berarti tanah yang subur; dan manisan tumbuhan laut yang merupakan simbol perayaan.
Di Belanda, ada sebuah tradisi unik dalam menyambut tahun baru, yaitu Nieuwjaarsduik atau New Year's Dive. Saat hari pertama tahun baru ribuan warga beramai-ramai menyelam di pantai-pantai, kanal, dan danau di 100 tempat yang berbeda di penjuru negeri. Mereka akan menyelam, berenang, dan berendam di air yang sangat dingin dengan hanya mengenakan pakaian renang. Tradisi ini dilakukan sebagai simbol untuk awal baru yang segar di tahun yang baru. Air yang dingin dianggap dapat menyucikan diri dan memulai tahun yang baru dengan bersih.
Di Brazil, masyarakat Brazil mengenal sosok, Lemanja, dewa laut dalam legenda negara ini. Setiap malam tahun baru, mereka menyelenggarakan ritual untuk menghormati Lemanja, dengan mengenakan baju putih bersih, berbondong-bondong menuju pantai,dan menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai.
Di Jerman, menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year's Eve di tanggal 1 Januari, mereka tidak akan mengalami kekurangan pangan selama setahun penuh. Di Berlin, makanan klasik yang biasa disajikan di hari istimewa ini adalah ikan mas. Hal yang unik, duri ikan mas tersebut akan dibagikan pada para tamu untuk dibawa pulang sebagai good luck charm.
Di negeri kita tradisis menyambut tibanya tahun baru biasanya adalah bakar-bakaran dan bunyi-bunyian. Yang pertama bisa dalam bentuk bakar ikan, ayam, jagung atau daging. Aktifitas seperti itu sebetulnya tidak terlalu istimewa karena dapat dilakukan di luar moment menyambut tahun baru. Namun pada moment tahun baru aktifitas tersebut merupakan perlambang bahwa kita harus membakar ahlak/tabi’at yang tidak baik dengan ahlak yang lebih baik.
Kita harus membakar semua sisi gelap di tahun terlewat dan menggantinya dengan sifat baik; membakar sifat sombong, ujub, ria, takabur, serakah/tamak, iri/dengki, dan kikir; membakar kebiasaan gila hormat, rindu sanjungan, kangen pujian; membakar hasrat yang selalu ingin menguasai, ingin selalu terlihat lebih dari orang lain, senang melihat orang susah dan susah/risih bila melihat orang senang; dan membakar sifat mencemooh, ghibah (bergunjing), namimmah (mengadu-domba), fitnah, hipokrit (bermuka dua), mengeruk keuntungan dalam kepahitan orang lain (opportunist)
Sedang bunyi-bunyian yang biasa dilakukan dalam menyambut moment tahun baru adalah meniup terompet, menyulut petasan (fire-crackers) atau juga dengan menyalakan kembang api yang kemudian disusul dengan bunyi (fire-works) bahkan dengan membunyikan sirine. Aktifitas ini sebagai simbol untuk membangunkan atau menggugah kesadaran.
Contoh yang paling mudah menggugah kesadaran dengan bunyi-bunyian adalah memukul bedug di masjid yang menandai waktu salat tiba. Artinya bunyi bedug itu menyampai pesan kepada semua umat Islam untuk segera sadar bahwa sat itu merupakan waktu untuk berkomunikasi dengan Tuhan.
Paling tidak terdapat dua kesadaran baru yang lahir dari peringatan tahun baru. Pertama, begitu masuk tahun baru siapa pun akan menyadari bahwa usianya semakin bertambah. Bersamaan dengan itu kematiannya semakin dekat. Kesadaran ini yang kemudian berlanjut pada kesadaran tentang persiapan-persiapan yang harus dipenuhi untuk menghadapi kematian: sebandingkah investasi untuk akhirat dibanding keterlenaan dengan beragam kenikmatan yang telah diberikan Allah.
Kesadaran ini sangat penting karena dapat memperbesar rasa malu kepada Allah. Malu karena sikapnya yang sering kali lupa untuk mensyukuri segala kenikmatan yang telah diberikan Allah dengan selalu meningkatkan ketaqwaannya. Alih-alih malah tergiur oleh kemegahan dunia.
Dan kedua, peristiwa tahun baru merupakan kejadian alamiah berupa perubahan waktu yang ditandai oleh pergeseran alam, yaitu munculnya bulan sabit tahun baru di ufuk barat. Kenyataan ini melahirkan sebuah kesadaran bahwa hidup manusia itu berjalan seirama dengan perjalanan segala wujud di alam ini. Kesadaran ini merupakan satu langkah untuk selalu memperhatikan kebesaran Allah dengan menyaksikan ketaraturan dan kerapian ciptaan-Nya di alam semesta ini.
Sekedar untuk menambah bahan perenungan ini adalah perintah Allah untuk menjalankan ibadah tertentu dan harus dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu pula sesuai dengan peredaran atau perputaran tata surya. Dalam menjalani salat misalnya, Allah menegaskan dalam Alquran agar ditegakkan pada waktu-waktu tertentu (Al-Nisa: 103).
Dalam fikih dapat ditemukan penjelasan tentang waktu-waktu salat tersebut, yaitu waktu salat Dzuhur setelah tergelincir matahari, salat Asyar setelah matahari condong ke barat dan bayangan benda yang ditimbulkannya lebih panjang dari benda itu, salat Maghrib setelah terbenam matahari, salat Isya’ setelah hilangnya mega merah di arah barat, dan salat Subuh setelah terbit fajar.
Untuk itu, tepat kiranya di tahun baru ini kita –dengan kesadaran yang dilahirkan oleh tahun baru itu–  membangun tekad baru untuk meningkatkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah. Karena hanya dengan tekad ini segala persoalan yang ada di depan kita akan dapat kita hadapi dengan penuh kebijakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar