Kamis, 20 September 2012

Mukjizat

           Salah satu mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Musa adalah pengungkapan pelaku dan modus pembunuhan dengan media seekor sapi betina. Cara yang dianggap aneh dan lucu oleh Bani Israil ini membuat mereka mengejek dan menghardik Musa, meski akhirnya mereka percaya dan kagum. Karena peristiwa ini sapi itu kemudian dikenal dengan sebutan sapi Bani Israil. Kisah lengkap seputar ini dapat dibaca pada surat al-Baqarah ayat 67-73.
Dikisahkan, ada seorang anak laki-laki putera tunggal seorang konglomerat Bani Israil. Saat ia meninggal, hanya anak itu yang memiliki hak waris semua hartanya. Kenyataan ini membuat saudara-saudara sepupunya merasa iri. Mereka pun membuat satu konspirasi. Mereka sepakat untuk menghabisi anak itu. Dengan begitu hak atas semua hartanya akan beralih kepada mereka sesuai dengan hukum yang berlaku saat itu.
Akhirnya, pembunuhan pun terjadi secara rapi. Mereka datang kepada Nabi Musa untuk melapor kalau saudara sepupunya telah dibunuh oleh seorang yang tidak dikenal. Maksud mereka sangat jelas, mereka berupaya membersihkan diri dengan mencari kambing hitam sambil memposisikan diri sebagai pahlawan pengungkap misteri pembunuhan. Mereka meminta Nabi Musa untuk mengungkap pembunuh sepupunya itu.
Nabi Musa langsung bermunajat, memohon pertolongan Allah. Ia kemudian mendapat wahyu agar ia menyembelih seekor sapi. Lidah sapi yang telah disembelih kemudian dipotong dan dipukulkan pada jenazah korban. Dengan izin Allah mayat itu akan bangun kembali untuk memberitahukan siapa yang sebenarnya telah melakukan pembunuhan atas dirinya.
Ketika Nabi Musa menyampaikan cara yang telah diwahyukan Allah itu kepada kaumnya, ia malah ditertawakan dan diejek karena akal mereka jelas tidak dapat menerimanya. Mereka lupa kalau Allah telah berkali-kali menunjukkan kekuasaan-Nya melalui mukjizat yang diberikan kepada Nabi Musa.
“Apakah dengan cara yang kamu sampaikan itu kamu hendak menjadikan kami sebagai bahan ejekan dan tertawaan orang? Tapi kalau memang cara yang kamu katakan itu adalah wahyu, maka cuba tanyakan kepada Tuhanmu, apa sapi betina atau jantan yang harus kami sembelih? Sekalian bagaimana sifat-sifatnya serta warna kulitnya agar kami tidak salah memilih sapi yang harus kami sembelih?” Kata mereka kepada Nabi Musa sambil mengejek.
Nabi Musa menjawab, “Menurut petunjuk Allah, yang harus disembelih adalah sapi betina yang berwarna kuning tua, belum pernah dipakai untuk membajak tanah atau mengairi tanaman, tidak cacat dan tidak ada belangnya.”
Pemuka Bani Israil kemudian mengirim beberapa orang ke pelosok desa dan kampung guna mencari sapi yang sesuai kreteria. Mereka akhirnya menemukan sapi itu pada seorang anak yatim piatu yang hanya memiliki sapi itu sebagai satu-satunya harta yang diwarisi dari ayahnya, sekaligus sebagai satu-satunya sumber nafkah hidupnya.
Ayah anak yatim itu adalah seorang fakir miskin yang soleh dan ahli ibadah. Saat menjelang ajalnya ia berdoa kepada Allah agar memberi perlindungan kepada putera tunggalnya, dimana ia tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu.
Berkat doa sang ayah yang soleh itu akhirnya sapi anak yatim itu terjual dengan harga yang berlipat ganda, karena merupakan satu-satunya sapi yang memenuhi kreteria sebagaimana yang telah ditentukan oleh Nabi Musa.
Setelah sapi dari anak yatim itu disembelih, lidahnya dipotong sendiri oleh Nabi Musa, sebelum kemudian dipukulkan pada tubuh jenazah korban. Dengan izin Allah seketika ia bangun. Lalu menuturkan kepada Nabi Musa dan Bani Israil bahwa ia telah dibunuh oleh saudara-saudara sepupunya sendiri.
Kisah ini merupakan salah satu bukti adanya mukjizat yang telah diberikan Allah kepada Nabi dan Rasul-Nya. Sekaligus sebagai peneguh bahwa Islam memilah antara fenomena rasional dan irrasional. Keduanya diposisikan secara proporsional. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya. Keduanya juga memiliki fungsi yang signifikan pada wilayahnya masing-masing.
Persoalan iman misalnya, besar-kecil atau tebal-tipisnya tidak bisa diukur dengan logika rasional (otak). Sebab ia merupakan wilayah hati dengan logikanya sendiri. Logika hati justru memiliki daya jangkau yang lebih jauh dan luas, melebihi daya jangkau logika rasional. Contoh konkretnya adalah mukjizat. Acap kali otak tidak mampu menembus wilayah ini. Tetapi hati justru biasa “bermain dan bercanda” dengannya.
Mukjizat memang hanya milik Nabi dan Rasul. Namun bukan berarti semua orang tidak akan mendapatkan hal yang serupa. Siapa pun mampu mendapatkannya, meski secara literal namanya bukan mukjizat, tetapi “karomah”, asal ia mampu melakukan suatu proses pembersihan hati sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan rasul, atau paling tidak meniru mereka dalam prosesnya. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar