Dahulu, ada sekelompok pemuda yang aktif
mermperjuangkan tauhid di tengah-tengah masyarakat musyrik. Mereka diabadikan
Allah di dalam Alquran. Mereka dikenal dengan sebutan ashab al-kahfi.
Untuk memperdalam pengetahuan agama mereka gemar mengadakan pertemuan. Namun mereka selalu dihantui perasaan takut akan kekejaman dan kekerasan
masyarakat sekelilingnya.
Mereka sangat yakin
terhadap agama yang dipeluknya dan berkeinginan untuk menyebarkan keyakinannya
tersebut kepada masyarakat sekitarnya. Tetapi mereka sadar kalau mereka tidak
mungkin berani melakukannya. Sebab kaum musyrikin saat itu bersikap sangat
kejam terhadap orang yang berbeda paham.
Kesadaran inilah
yang mendorong mereka untuk melimpahkan urusannya kepada Allah. “Wahai Rabb
kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami
petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” Begitulah panjatan doa mereka
seperti yang terekam di dalam surat al-Kahfi ayat 10.
Dan untuk
menyelamatkan diri serta akidahnya mereka mencari tempat untuk mengasingkan dan
mengamankan diri. Adalah gua menjadi tempat pilihan mereka. Gua yang dipilihkan
Allah untuk mereka pun tergolong istimewa. Pintunya berada di sebelah utara
hingga tidak terkena sinar matahari, baik saat terbit maupun terbenam. Letaknya
pun tidak jauh dari kota.
Suatu hari mereka
tertidur lama di dalam gua itu. Sangat lama. Tiga ratus sembilan tahun. Rupanya
Allah telah melindungi akidah meraka dan dirinya dari rasa takut dengan membuat
mereka tertidur. Tetapi Allah juga membuat mereka merasa seolah-olah tidak
tidur. Allah juga menjaga fiusiknya agar tidak membusuk (al-Kahfi: 18).
Di saat kondisi
masyarakat telah berubah. Penguasa kafir yang zalim juga telah diganti dengan
penguasa muslim yang bijak. Allah membangunkan mereka dengan tanpa merasa kalau
mereka telah tertidur lama. Mereka baru menyadari setelah mereka pergi ke kota
dan melihat suasana yang jauh berbeda dari sebelumnya. Apalagi setelah mereka
tau kalau uang perak meraka ternyata sudah tidak berlaku lagi sebagai alat
transaksi jual-beli.
Kisah ashab al-kahfi
tersebut meskipun sangat mengagumkan, tetapi bukan merupakan tanda kekuasaan
Allah yang paling mengagumkan, karena Allah memiliki tanda-tanda
kekuasaan tersendiri dan kisah-kisah lain yang di dalamnya terdapat pelajaran
berharga bagi orang-orang yang berkenan merenungkannya.
Kisah tersebut juga
menjadi bukti salah satu cara Allah melindungi orang-orang yang beriman dan
ingin menjaga keimanannya dari pengaruh negatif lingkungan sekitarnya. Perlindungan
itu diberikan sebagai wujud perlakuan istimewa bagi orang-orang yang bersedia
menjaga keimannya.
Dengan demikian,
orang-orang yang berani memilih prinsip dan sikap yang berbeda dari orang
kebanyakan tetapi tetap didasarkan pada prinsip keimanan kepada Allah juga akan
mendapat perlindungan dari-Nya.
Era modern ini
banyak yang menyebut sebagai era jahiliyah modern. Lepas dari muatan ideologis
istilah tersebut, yang jelas tantangan untuk menjaga keimanan di tengah-tengah
sistem kemasyarakatan yang sekuler saat ini sangat besar dan berat. Tidak
sedikit kasus orang yang ”menjual” keimanannya demi keuntungan-keuntungan
duniawi yang sesaat.
Para keruptor,
perampok, pencuri, pemerkosa, pemadat, dll., adalah termasuk golongan
orang-orang yang menjual keimannya tersebut. Mereka memang termasuk orang-orang
yang beriman. Paling tidak pada kolom agama di KTP mereka tertulis keimanan
yang mereka anut.
Tetapi sayang,
mereka tidak mau menjaga keimanannya sehingga mudah terseret pada
tindakan-tindakan yang menyiderai keimanannya sendiri. Jika demikian halnya,
akankah Allah memberikan pertolongan bagi mereka.
Di sisi lain,
persaingain kepentingan politik dan ekonomi seringkali menimbulkan efek memilih
cara-cara yang bertentangan dengan prinsip keimanan untuk memperjuangkan dan
atau menjaganya. Meski di dalam batin mereka menyadari pilihannya itu salah
tetapi mereka tetap harus melakukannya.
Sungguh, orang yang
berani melakukan perbuatan seperti itu tidak akan mendapatkan penjagaan dari
Allah. Bahkan mereka, baik secara lengsung maupun tidak, telah menimbulkan
kerugian dan kerusakan bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan penegasan Nabi
bahwa saat Allah menurunkan musibah kepada suatu kaum, Dia tidak memilah-milah
hanya untuk orang yang jahat saja. Siapa pun akan turut merasakn musibah
tersebut.
Banyak orang yang
merasa rugi jika kehilangan jabatan politik atau keuntungan ekonomi. Tetapi,
sebagai manusia beriman seharusnya mereka juga merasa lebih rugi jika
keimanannya harus dikorbankan untuk menutupi kerugian politik atau ekonomi.
Sebab kerugian bagi orang yang kehilangan keimanan jauh lebih besar dan berat.
Namun sayang, untuk
yang terakhir ini juga merupakan persoalan keimanan tersendiri dan hanya bisa
dirasakan oleh orang-orang yang beriman kuat, sehingga banyak dikesampingkan. Wallahu a’lam bi
al-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar