Sabtu, 10 November 2012

Menjaga Keimanan


Dahulu, ada sekelompok pemuda yang aktif mermperjuangkan tauhid di tengah-tengah masyarakat musyrik. Mereka diabadikan Allah di dalam Alquran. Mereka dikenal dengan sebutan ashab al-kahfi. Untuk memperdalam pengetahuan agama mereka gemar mengadakan pertemuan. Namun mereka selalu dihantui perasaan takut akan kekejaman dan kekerasan masyarakat sekelilingnya.
Mereka sangat yakin terhadap agama yang dipeluknya dan berkeinginan untuk menyebarkan keyakinannya tersebut kepada masyarakat sekitarnya. Tetapi mereka sadar kalau mereka tidak mungkin berani melakukannya. Sebab kaum musyrikin saat itu bersikap sangat kejam terhadap orang yang berbeda paham.
Kesadaran inilah yang mendorong mereka untuk melimpahkan urusannya kepada Allah. “Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” Begitulah panjatan doa mereka seperti yang terekam di dalam surat al-Kahfi ayat 10.
Dan untuk menyelamatkan diri serta akidahnya mereka mencari tempat untuk mengasingkan dan mengamankan diri. Adalah gua menjadi tempat pilihan mereka. Gua yang dipilihkan Allah untuk mereka pun tergolong istimewa. Pintunya berada di sebelah utara hingga tidak terkena sinar matahari, baik saat terbit maupun terbenam. Letaknya pun tidak jauh dari kota.
Suatu hari mereka tertidur lama di dalam gua itu. Sangat lama. Tiga ratus sembilan tahun. Rupanya Allah telah melindungi akidah meraka dan dirinya dari rasa takut dengan membuat mereka tertidur. Tetapi Allah juga membuat mereka merasa seolah-olah tidak tidur. Allah juga menjaga fiusiknya agar tidak membusuk (al-Kahfi: 18).
Di saat kondisi masyarakat telah berubah. Penguasa kafir yang zalim juga telah diganti dengan penguasa muslim yang bijak. Allah membangunkan mereka dengan tanpa merasa kalau mereka telah tertidur lama. Mereka baru menyadari setelah mereka pergi ke kota dan melihat suasana yang jauh berbeda dari sebelumnya. Apalagi setelah mereka tau kalau uang perak meraka ternyata sudah tidak berlaku lagi sebagai alat transaksi jual-beli.
Kisah ashab al-kahfi tersebut meskipun sangat mengagumkan, tetapi bukan merupakan tanda kekuasaan Allah  yang paling mengagumkan, karena Allah  memiliki tanda-tanda kekuasaan tersendiri dan kisah-kisah lain yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi orang-orang yang berkenan merenungkannya.
Kisah tersebut juga menjadi bukti salah satu cara Allah melindungi orang-orang yang beriman dan ingin menjaga keimanannya dari pengaruh negatif lingkungan sekitarnya. Perlindungan itu diberikan sebagai wujud perlakuan istimewa bagi orang-orang yang bersedia menjaga keimannya.
Dengan demikian, orang-orang yang berani memilih prinsip dan sikap yang berbeda dari orang kebanyakan tetapi tetap didasarkan pada prinsip keimanan kepada Allah juga akan mendapat perlindungan dari-Nya.
Era modern ini banyak yang menyebut sebagai era jahiliyah modern. Lepas dari muatan ideologis istilah tersebut, yang jelas tantangan untuk menjaga keimanan di tengah-tengah sistem kemasyarakatan yang sekuler saat ini sangat besar dan berat. Tidak sedikit kasus orang yang ”menjual” keimanannya demi keuntungan-keuntungan duniawi yang sesaat.
Para keruptor, perampok, pencuri, pemerkosa, pemadat, dll., adalah termasuk golongan orang-orang yang menjual keimannya tersebut. Mereka memang termasuk orang-orang yang beriman. Paling tidak pada kolom agama di KTP mereka tertulis keimanan yang mereka anut.
Tetapi sayang, mereka tidak mau menjaga keimanannya sehingga mudah terseret pada tindakan-tindakan yang menyiderai keimanannya sendiri. Jika demikian halnya, akankah Allah memberikan pertolongan bagi mereka.
Di sisi lain, persaingain kepentingan politik dan ekonomi seringkali menimbulkan efek memilih cara-cara yang bertentangan dengan prinsip keimanan untuk memperjuangkan dan atau menjaganya. Meski di dalam batin mereka menyadari pilihannya itu salah tetapi mereka tetap harus melakukannya.
Sungguh, orang yang berani melakukan perbuatan seperti itu tidak akan mendapatkan penjagaan dari Allah. Bahkan mereka, baik secara lengsung maupun tidak, telah menimbulkan kerugian dan kerusakan bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan penegasan Nabi bahwa saat Allah menurunkan musibah kepada suatu kaum, Dia tidak memilah-milah hanya untuk orang yang jahat saja. Siapa pun akan turut merasakn musibah tersebut.
Banyak orang yang merasa rugi jika kehilangan jabatan politik atau keuntungan ekonomi. Tetapi, sebagai manusia beriman seharusnya mereka juga merasa lebih rugi jika keimanannya harus dikorbankan untuk menutupi kerugian politik atau ekonomi. Sebab kerugian bagi orang yang kehilangan keimanan jauh lebih besar dan berat.
Namun sayang, untuk yang terakhir ini juga merupakan persoalan keimanan tersendiri dan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang beriman kuat, sehingga banyak dikesampingkan. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar