Rabu, 14 November 2012

Tahun Baru Hijriyah

Sudah selayaknya tahun baru itu diperingati. Dengan perayaan atau sekedar peringatan itu urusan lain. Tetapi yang terpenting spirit yang ada dalam tahun baru itu yang harus selalu diingat. Karena memang setiap pergantian tahun dalam sistem kalender apapun pasti memiliki makna yang spesifik, tak terkecuali sistem kalender Hijriyah yang dimiliki umat Islam.
Nama Hijriyah bagi sistem kalender Islam itu diambil dari peristiwa hijrah yang dialami Nabi, yaitu migrasi Nabi dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah. Di samping nama, peristiwa itu juga digunakan sebagai titik awal penanggalan dalam Islam. Hal ini mempertimbangkan kenyataan sejarah bahwa peristiwa itu merupakan titik awal bagi munculnya sebuah umat yang telah mampu meletakkan dasar-dasar peradaban bagi dunia, khususnya dunia Islam.
Paling tidak terdapat tiga kesadaran baru yang lahir dari peringatan tahun baru. Pertama, begitu masuk tahun baru siapa pun akan menyadari bahwa usianya semakin bertambah. Bersamaan dengan itu kematiannya semakin dekat. Kesadaran ini yang kemudian berlanjut pada kesadaran tentang persiapan-persiapan yang harus dipenuhi untuk menghadapi kematian: sebandingkah investasi untuk akhirat dibanding keterlenaan dengan beragam kenikmatan yang telah diberikan Allah.
Kesadaran ini sangat penting karena dapat memperbesar rasa malu kepada Allah. Malu karena sikapnya yang sering kali lupa untuk mensyukuri segala kenikmatan yang telah diberikan Allah dengan selalu meningkatkan ketaqwaannya. Alih-alih malah tergiur oleh kemegahan dunia.
Kedua, peristiwa tahun baru merupakan kejadian alamiah berupa perubahan waktu yang ditandai oleh pergeseran alam, yaitu munculnya bulan sabit tahun baru di ufuk barat. Kenyataan ini melahirkan sebuah kesadaran bahwa hidup manusia itu berjalan seirama dengan perjalanan segala wujud di alam ini. Kesadaran ini merupakan satu langkah untuk selalu memperhatikan kebesaran Allah dengan menyaksikan ketaraturan dan kerapian ciptaan-Nya di alam semesta ini.
Sekedar untuk menambah bahan perenungan ini adalah perintah Allah untuk menjalankan ibadah tertentu dan harus dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu pula sesuai dengan peredaran atau perputaran tata surya. Dalam menjalani salat misalnya, Allah menegaskan dalam al-Qur'an agar ditegakkan pada waktu-waktu tertentu (Al-Nisa: 103).
Dalam fikih dapat ditemukan penjelasan tentang waktu-waktu salat tersebut, yaitu waktu salat Dzuhur setelah tergelincir matahari, salat Asyar setelah matahari condong ke barat dan bayangan benda yang ditimbulkannya lebih panjang dari benda itu, salat Maghrib setelah terbenam matahari, salat Isya’ setelah hilangnya mega merah di arah barat, dan salat Subuh setelah terbit fajar.
Nabi juga mengajarkan agar umatnya menjalani puasa Ramadlan dimulai setelah melihat bulan tanggal satu Ramadlan, dan mengakhirinya pun setelah melihat bulan tanggal 1 Syawal. (Imam Muslim). Dalam pelaksanaan puasa juga dimulai ditandai dengan terbitnya fajar dan diakhiri dengan terbenamnya matahari. Ibadah hajipun Allah mengajarkan agar dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu (Al-Baqarah: 197), yaitu Syawal, Dzulqa'dah dan Dzulhijjah.
Semuanya itu sungguh menunjukkan betapa eratnya aktifitas ibadah kita dengan aktifitas alam. Dari sini terlihat dengan jelas betapa mengikuti tahun hijriyah akan lebih mengakrabkan manusia dengan alam, dan secara otomatis akan lebih mendekatkan kepada Allah.
Ketiga, bahwa tahun hijriyah berjalan seirama dengan perjalanan sejarah Nabi. Sungguh banyak peristiwa besar dalam sejarah Islam yang hanya terekam dalam bulan-bulan hijriyah. Seperti awal turunnya al-Qur'an, titik permulaan hijrah, tanggal kemenangan dalam perang Badar dan lain sebagainya. Hari-hari besar Islam, seperti hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, sangat terkait dengan penanggalan hijriyah ini.
Dari sini siapapun akan lebih banyak belajar pada sejarah untuk membangun masa depannya. Dengan begitu ia akan menjadi pribadi yang pandai membangun masa depan dengan berpijak pada masa lampau yang kokoh dan benar. Dan dengan langkah ini ia tidak akan mengulang kesalahan dan kecelakaan masa lalu. Nabi mengajarkan, "Seorang mu'min tidak akan pernah terjerumus dalam jurang yang sama dua kali." (Muslim)
Untuk itu, tepat kiranya di tahun baru ini kita –dengan kesadaran yang dilahirkan oleh tahun baru itu–  membangun tekad baru untuk meningkatkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah. Karena hanya dengan tekad ini segala persoalah yang ada di depan kita akan dapat kita hadapi dengan penuh kebijakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar