Sudah selayaknya tahun baru itu
diperingati. Dengan perayaan atau sekedar peringatan itu urusan lain. Tetapi
yang terpenting spirit yang ada dalam tahun baru itu yang harus selalu diingat.
Karena memang setiap pergantian tahun dalam sistem kalender apapun pasti
memiliki makna yang spesifik, tak terkecuali sistem kalender Hijriyah yang
dimiliki umat Islam.
Nama Hijriyah bagi sistem kalender
Islam itu diambil dari peristiwa hijrah yang dialami Nabi, yaitu migrasi Nabi
dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah. Di samping nama, peristiwa itu juga
digunakan sebagai titik awal penanggalan dalam Islam. Hal ini mempertimbangkan
kenyataan sejarah bahwa peristiwa itu merupakan titik awal bagi munculnya
sebuah umat yang telah mampu meletakkan dasar-dasar peradaban bagi dunia,
khususnya dunia Islam.
Paling tidak terdapat tiga kesadaran
baru yang lahir dari peringatan tahun baru. Pertama, begitu masuk tahun
baru siapa pun akan menyadari bahwa usianya semakin bertambah. Bersamaan dengan
itu kematiannya semakin dekat. Kesadaran ini yang kemudian berlanjut pada
kesadaran tentang persiapan-persiapan yang harus dipenuhi untuk menghadapi
kematian: sebandingkah investasi untuk akhirat dibanding keterlenaan dengan
beragam kenikmatan yang telah diberikan Allah.
Kesadaran ini sangat penting karena
dapat memperbesar rasa malu kepada Allah. Malu karena sikapnya yang sering kali
lupa untuk mensyukuri segala kenikmatan yang telah diberikan Allah dengan
selalu meningkatkan ketaqwaannya. Alih-alih malah tergiur oleh kemegahan dunia.
Kedua, peristiwa tahun baru merupakan
kejadian alamiah berupa perubahan waktu yang ditandai oleh pergeseran alam,
yaitu munculnya bulan sabit tahun baru di ufuk barat. Kenyataan ini melahirkan
sebuah kesadaran bahwa hidup manusia itu berjalan seirama dengan perjalanan
segala wujud di alam ini. Kesadaran ini merupakan satu langkah untuk selalu
memperhatikan kebesaran Allah dengan menyaksikan ketaraturan dan kerapian
ciptaan-Nya di alam semesta ini.
Sekedar untuk menambah bahan perenungan
ini adalah perintah Allah untuk menjalankan ibadah tertentu dan harus
dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu pula sesuai dengan peredaran atau
perputaran tata surya. Dalam menjalani salat misalnya, Allah menegaskan dalam
al-Qur'an agar ditegakkan pada waktu-waktu tertentu (Al-Nisa: 103).
Dalam fikih dapat ditemukan penjelasan
tentang waktu-waktu salat tersebut, yaitu waktu salat Dzuhur setelah
tergelincir matahari, salat Asyar setelah matahari condong ke barat dan
bayangan benda yang ditimbulkannya lebih panjang dari benda itu, salat Maghrib
setelah terbenam matahari, salat Isya’ setelah hilangnya mega merah di arah
barat, dan salat Subuh setelah terbit fajar.
Nabi juga mengajarkan agar umatnya
menjalani puasa Ramadlan dimulai setelah melihat bulan tanggal satu Ramadlan,
dan mengakhirinya pun setelah melihat bulan tanggal 1 Syawal. (Imam Muslim).
Dalam pelaksanaan puasa juga dimulai ditandai dengan terbitnya fajar dan
diakhiri dengan terbenamnya matahari. Ibadah hajipun Allah mengajarkan agar
dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu (Al-Baqarah: 197), yaitu Syawal,
Dzulqa'dah dan Dzulhijjah.
Semuanya itu sungguh menunjukkan betapa
eratnya aktifitas ibadah kita dengan aktifitas alam. Dari sini terlihat dengan
jelas betapa mengikuti tahun hijriyah akan lebih mengakrabkan manusia dengan
alam, dan secara otomatis akan lebih mendekatkan kepada Allah.
Ketiga, bahwa tahun
hijriyah berjalan seirama dengan perjalanan sejarah Nabi. Sungguh banyak
peristiwa besar dalam sejarah Islam yang hanya terekam dalam bulan-bulan
hijriyah. Seperti awal turunnya al-Qur'an, titik permulaan hijrah, tanggal
kemenangan dalam perang Badar dan lain sebagainya. Hari-hari besar Islam,
seperti hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, sangat terkait dengan penanggalan
hijriyah ini.
Dari sini siapapun akan lebih banyak
belajar pada sejarah untuk membangun masa depannya. Dengan begitu ia akan
menjadi pribadi yang pandai membangun masa depan dengan berpijak pada masa
lampau yang kokoh dan benar. Dan dengan langkah ini ia tidak akan mengulang
kesalahan dan kecelakaan masa lalu. Nabi mengajarkan, "Seorang mu'min
tidak akan pernah terjerumus dalam jurang yang sama dua kali."
(Muslim)
Untuk itu, tepat kiranya di tahun baru
ini kita –dengan kesadaran yang dilahirkan oleh tahun baru itu– membangun
tekad baru untuk meningkatkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah. Karena hanya
dengan tekad ini segala persoalah yang ada di depan kita akan dapat kita hadapi
dengan penuh kebijakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar