“Doa adalah inti ibadah,” begitulah
salah satu sabda Nabi tentang pentingnya doa. Doa di samping merupakan ibadah
tersendiri ia juga menjadi inti ibadah-ibadah yang lain. Salat misalnya, bukan
hanya karena arti harfiahnya adalah doa, tetapi merupakan sebuah ritual dengan
gerakan tertentu yang disertai dengan serangkaian bacaan doa-doa.
Jika salat dikatakan sebagai sebuah
media komunikasi yang sangat efektif antara seorang hamba dengan Tuhannya, maka
jalinan komunikasi itu tidak lain terangkai dalam doa-doa yang dipanjatkannya
mulai takbiratul ihram hingga salam.
Dengan demikian, doa tidak hanya
merupakan ungkapan perasaan dan permohonan seorang hamba kepada Allah sebagai
Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam semesta, dan berorientasi pada dikabulkan
atau tidak. Tetapi lebih merupakan wujud ketundukan dan kecintaan kepada Allah
sekaligus kesadaran seorang hamba akan kelemahan dirinya dan kebesaran serta
keagungan Penciptanya.
Orientasi doa hanya pada
dikabulkan atau tidak justru hanya mempersempit media doa itu sendiri. Sebab
kalau hanya sekedar untuk mendapatkan apa yang diinginkan seseorang bisa
mengandalkan usaha dan kerja kerasnya, tanpa doa sama sekali. Bukankah kaum
ateis dapat hidup dengan kondisi yang lebih baik dibanding dengan kehidupan
orang yang beragama, beriman, dan selalu berdoa kepada Tuhan?
Bagi muslim sejati, doa merupakan
pengakuan kelemahan diri dan kekuatan Tuhan. Pengakuan kemiskinan diri dan
kekayaan Tuhan. Pengakuan kehinaan diri di depan kemuliaan Tuhan. Pengakuan ini
yang pada gilirannya dapat membentuk sebuah pribadi yang kuat.
Ketika seseorang berdoa, “Ya
Allah berilah aku rizki.” Kemudian ia berusaha keras dan memperoleh rizki
tersebut, maka ia akan meyakini bahwa rizki yang ia peroleh itu merupakan pemberian
Allah, dan ia akan bersyukur kepada-Nya.
Sikap seperti ini akan
menghindarkannya dari sifat sombong (takabbur). Meminta rizki kepada Allah
berarti mengakui dan meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah
milik-Nya. Lalu dengan doa, seseorang meminta ijin dan kerelaann-Nya untuk
mengambil dan menikmatinya. Dengan demikian, seseorang yang memperoleh kekayaan
dunia tanpa doa, berarti telah mengambil milik Tuhan tanpa ijin dan bisa jadi
tanpa keridhaan-Nya.
Di samping itu, doa juga merupakan
sumber energi dan harapan menuju kebahagiaan. Doa juga menjadi salah satu jalan
keluar bagi segala persoalan, sekaligus pintu kesuksesan. Ini karena
sesungguhnya di dalam doa ada kekuatan, keyakinan, dan optimisme dalam
menghadapi berbagai persoalan kehidupan.
Allah berfirman, “Dan Tuhanmu
berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk
neraka Jahanam dalam keadaan hina-dina.” (QS. 40:60)
Nu’man bin Basyir menuturkan
bahwa ayat ini dibacakan oleh Nabi setelah beliau bersabda “Doa itu adalah
Ibadah.” Dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan sombong dalam ayat tersebut
adalah menyombongkan diri dari berdoa.
Dalam ayat lain Allah berfirman,
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (QS. 2:186)
Seorang hamba yang bersimpuh di
hadapan Allah, menundukkan hatinya, lalu memohon dengan penuh kekhusuan dan
keterpautan hati yang dalam dengan Allah, sesungguhnya ia sedang berjalan dan
melangkah untuk mendapatkan kecintaan dan kedekatan dari-Nya.
Ketika ia mengangkat tangannya
untuk berdoa, maka pada saat itu terjadilah hubungan langsung antara dirinya
dengan Allah. Di saat seperti itu, Allah akan membuka pintu-pintu keutamaan dan
kebaikan baginya, mendengarkan dan menyertainya dalam doa-doa yang dipanjatkannya.
Namun sebagai suatu permohonan
sudah tentu memiliki implikasi diterima atau tidak. Untuk ini pun Allah telah
memberikan kemudahan kepada manusia, yaitu hanya dengan berprasangka baik
kepada-Nya, sebagaimana tertuang dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan
Imam Muslim dari Abu Hurairah:
Rasulullah bersabda: “Allah
berfirman: “Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Dan Aku akan
bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya, maka
Aku kan mengingatnya di dalam diri-Ku. Jika ia menyebut-Ku di di tengah-tengah
orang banyak, maka aku akan menyebutnya di tengah-tengah orang-orang yang lebih
baik dari itu. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat
kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku akan mendekat
kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku kan datang
kepadnya dengan berlari.”
Hadis ini menjadi petunjuk bahwa
harapan dikabulkannya doa haruslah disertai dengan prasangka baik terhadap
Allah dan keyakinan bahwa segala yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan sebaliknya
segala yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar