Selasa, 08 November 2011

Pentingnya Doa


“Doa adalah inti ibadah,” begitulah salah satu sabda Nabi tentang pentingnya doa. Doa di samping merupakan ibadah tersendiri ia juga menjadi inti ibadah-ibadah yang lain. Salat misalnya, bukan hanya karena arti harfiahnya adalah doa, tetapi merupakan sebuah ritual dengan gerakan tertentu yang disertai dengan serangkaian bacaan doa-doa.
Jika salat dikatakan sebagai sebuah media komunikasi yang sangat efektif antara seorang hamba dengan Tuhannya, maka jalinan komunikasi itu tidak lain terangkai dalam doa-doa yang dipanjatkannya mulai takbiratul ihram hingga salam.
Dengan demikian, doa tidak hanya merupakan ungkapan perasaan dan permohonan seorang hamba kepada Allah sebagai Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam semesta, dan berorientasi pada dikabulkan atau tidak. Tetapi lebih merupakan wujud ketundukan dan kecintaan kepada Allah sekaligus kesadaran seorang hamba akan kelemahan dirinya dan kebesaran serta keagungan Penciptanya.
Orientasi doa hanya pada dikabulkan atau tidak justru hanya mempersempit media doa itu sendiri. Sebab kalau hanya sekedar untuk mendapatkan apa yang diinginkan seseorang bisa mengandalkan usaha dan kerja kerasnya, tanpa doa sama sekali. Bukankah kaum ateis dapat hidup dengan kondisi yang lebih baik dibanding dengan kehidupan orang yang beragama, beriman, dan selalu berdoa kepada Tuhan?
Bagi muslim sejati, doa merupakan pengakuan kelemahan diri dan kekuatan Tuhan. Pengakuan kemiskinan diri dan kekayaan Tuhan. Pengakuan kehinaan diri di depan kemuliaan Tuhan. Pengakuan ini yang pada gilirannya dapat membentuk sebuah pribadi yang kuat.
Ketika seseorang berdoa, “Ya Allah berilah aku rizki.” Kemudian ia berusaha keras dan memperoleh rizki tersebut, maka ia akan meyakini bahwa rizki yang ia peroleh itu merupakan pemberian Allah, dan ia akan bersyukur kepada-Nya.
Sikap seperti ini akan menghindarkannya dari sifat sombong (takabbur). Meminta rizki kepada Allah berarti mengakui dan meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah milik-Nya. Lalu dengan doa, seseorang meminta ijin dan kerelaann-Nya untuk mengambil dan menikmatinya. Dengan demikian, seseorang yang memperoleh kekayaan dunia tanpa doa, berarti telah mengambil milik Tuhan tanpa ijin dan bisa jadi tanpa keridhaan-Nya.
Di samping itu, doa juga merupakan sumber energi dan harapan menuju kebahagiaan. Doa juga menjadi salah satu jalan keluar bagi segala persoalan, sekaligus pintu kesuksesan. Ini karena sesungguhnya di dalam doa ada kekuatan, keyakinan, dan optimisme dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan.
Allah berfirman, “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina-dina.” (QS. 40:60)
Nu’man bin Basyir menuturkan bahwa ayat ini dibacakan oleh Nabi setelah beliau bersabda “Doa itu adalah Ibadah.” Dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan sombong dalam ayat tersebut adalah menyombongkan diri dari berdoa.
Dalam ayat lain Allah berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. 2:186)
Seorang hamba yang bersimpuh di hadapan Allah, menundukkan hatinya, lalu memohon dengan penuh kekhusuan dan keterpautan hati yang dalam dengan Allah, sesungguhnya ia sedang berjalan dan melangkah untuk mendapatkan kecintaan dan kedekatan dari-Nya.
Ketika ia mengangkat tangannya untuk berdoa, maka pada saat itu terjadilah hubungan langsung antara dirinya dengan Allah. Di saat seperti itu, Allah akan membuka pintu-pintu keutamaan dan kebaikan baginya, mendengarkan dan menyertainya dalam doa-doa yang dipanjatkannya.
Namun sebagai suatu permohonan sudah tentu memiliki implikasi diterima atau tidak. Untuk ini pun Allah telah memberikan kemudahan kepada manusia, yaitu hanya dengan berprasangka baik kepada-Nya, sebagaimana tertuang dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah:
Rasulullah bersabda: “Allah berfirman: “Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Dan Aku akan bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku kan mengingatnya di dalam diri-Ku. Jika ia menyebut-Ku di di tengah-tengah orang banyak, maka aku akan menyebutnya di tengah-tengah orang-orang yang lebih baik dari itu. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku kan datang kepadnya dengan berlari.”
Hadis ini menjadi petunjuk bahwa harapan dikabulkannya doa haruslah disertai dengan prasangka baik terhadap Allah dan keyakinan bahwa segala yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan sebaliknya segala yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar