Kamis, 24 November 2011

Mengenal Kalender Hijriyah

Kalender Hijriyah (at-taqwim al-hijri) adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti tanggal 9 Dzulhijjah untuk wukuf di Arafah bagi para jamaah haji, bulan Ramadan untuk berpuasa, dll., atau hari-hari penting lainnya, seperti tanggal 1 Muharram untuk peringatan tahun baru, 10 Muharram untuk hari Asyuro, 12 Rabiul Awal untuk maulid Nabi, 27 Rajab untuk Isra’ Mi’raj, 17 Ramadan untuk Nuzulul Qur'an, dll.
Penamaan kalender ini dengan Kalender Hijriyah adalah dinisbatkan (didasarkan) pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yang terjadi pada tahun 622 M. Penetapan awal diberlakukannya kalender ini adalah pada tanggal 1 Muharram tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M oleh khalifah Umar bin Khattab.
Sebelum penetapan tersebut, umat Islam masih menggunakan sistem kalender yang telah berlaku sejak masa pra Islam. Di tanah Arab sebelum datangnya Islam memang telah dikenal sistem kalender yang berbasis campuran antara Bulan (qomariyah) dan Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya, tahun kelahiran Nabi Muhammad dikenal dengan sebutan “Tahun Gajah”, karena pada waktu itu terjadi penyerbuan Ka’bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur Yaman, Abrahah (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia).
Pada masa Nabi sendiri umat Islam masih menggunakan sistem kalender tersebut. Namun pada tahun ke-9 periode Madinah Nabi melakukan revisi terhadap sistem kalender tersebut. Tepatnya setelah turunnya ayat 36-37 Surat At-Taubah, yang melarang menambahkan hari dan bulan (interkalasi) pada sistem penanggalan.
Setelah Nabi wafat, para sahabat berselisih pendapat terkait dengan kapan dimulainya tanggal dan tahun ke-1 pada Kalender Islam. Ada yang mengusulkan tahun kelahiran Nabi sebagai awal patokan penanggalan. Ada juga yang mengusulkan wafatnya Nabi sebagai awal patokan penanggalan Islam.
Sampai akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam ditetapkan sebagai hari pertama tahun ke-1 Hijriah, meskipun peristiwa hijrah Nabi sendiri terjadi pada bulan Rabiul Awal.
Awal mula yang mengusulkan pembuatan kalender adalah Abu Musa al-Asy’ari, gubernur Kufah. Pilihan tahun hijrahnya Nabi sebagai tahun pertama adalah usulan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Muharram dipilih sebagai bulan pertama adalah usulan Utsman bin al-Affan.
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Siklus sinodik bulan pada faktanya bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut.
Penentuan awal bulan ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan baku bulan-bulan apa saja yang memiliki 29 atau 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Aktivitas untuk mengetahui penampakan hilal disebut rukyat, yakni mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Apabila hilal terlihat maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1.
Sedangkan hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan dimana hilal dapat terlihat. Hisab seringkali dilakukan untuk membantu sebelum melakukan rukyat.
Penentuan awal bulan ini menjadi sangat signifikan terutama untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti bulan Ramadan (puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar